Aldov yang baru saja usai belajar tepat pada pukul 00:00 itu pun melanjutkan kegiatan lainnya dengan bermain rubik seperti biasa karena kantuk tak kunjung datang melamar pelupuk matanya.
Terlihat gorden-gorden kamarnya menari-nari bersama dingin yang menyelinap masuk ke setiap pori-pori dan tersusunlah semua warna di rubik itu dalam hitungan detik. Aldov pun menyemburatkan senyuman seraya menatap warna merah lekat-lekat dan penuh arti dengan seiring teman-temannya terbangun dari tidurnya karena mendengar panggilan.
Wahai jiwa yang terpenjara dan sudah tak murni
Keluarlah dan ikut bersamaku,
untuk merayakan datangnya rembulan terbelah di atas sungai merah yang terus mengalir dengan deras
Secara bersamaan seluruh siswa kelas XI Bahasa-5 keluar beranjak dan ketika pintu rumah terbuka selebar-lebarnya, mereka disambut sekumpulan orang yang terdiri dari laki-laki dan perempuan yang berjumlah keseluruhan 29 orang, mengenakan baju tradisional khas tanah pasundan.
Mereka mengikuti setiap yang menjemput, berjalan diarak dengan tarian merak, seperti mapag panganten dengan iringan musik waditra. Beberapa meter mereka berjalan sehingga sampai di suatu hutan. Hutan yang begitu rindang, banyak pohon-pohon yang tinggi dan hanya diterangi oleh obor-obor. Hutan tempat di mana Lalita melarikan diri.
Seluruh siswa kelas XI Bahasa-5 itu duduk ipet bagi perempuan sehingga terlihat anggun, apalagi pakaian mereka kini telah berubah menjadi serangkaian pakaian kebaya yang cantik. Sementara, laki-laki yang juga sudah berubah memakai baju khas adat tanah pasundan duduk sila. Dan terlihat di hadapan mereka ada Ailin mengenakan kebaya warna hitam dengan rambut disanggul sehingga terlihat sangat cantik dan memesona, tengah memainkan kecapi dengan nada yang begitu indah namun terdengar menyeramkan.
Setelah usai memainkan kecapi, terdengarlah suara goong dipukul sebanyak tiga kali, gong ... gong ...gong ... dan terdengarlah waditra. Lalu tergelarlah upacara bubuka1 yang selain dihadiri oleh seluruh kelas XI Bahasa-5 juga dihadari para makhluk halus yang berjumlah kisaran ratusan.
Beberapa kelas XI Bahasa-5 pernah mendengar dan memercayai bahwasanya para makhluk halus juga sering mengadakan pergelaran kesenian-kesenian. Ketika mendengar suara goong berbunyi atau mendengar gendingan tengah malam, itu artinya sedang ada yang merayakan. Dan kini mereka turut serta dalam perayaan tersebut sebagai tamu terhormat Zalova Ray.
Seakan-akan tiba dari lembah kegelapan menuju cahaya, tibalah seseorang membawa gunungan sebagai simbolisasi alam Parahyangan yang asri, yang selalu Zalova Ray dan seluruh warga pasundan kagumi. Selanjutnya tibalah enam orang laki-laki dengan gerakan yang gagah serta berwibawa, menyimbolkan pengawal kerajaan Sunda yang tangguh. Lantas, masuklah enam perempuan yang begitu cantik dan menawan, menari secara berpasang-pasangan bersama keenam laki-laki tadi sebagai simbol keharmonisan dan keindahan yang ada di tanah Pasundan, dan muncullah sesosok laki-laki berkostum bangsawan dan bermahkota sebagai umpama seorang penguasa yang bijak, Prabu Siliwangi, menyambut para tamu yang hadir dalam pergelaran terutama seluruh siswa kelas XI Bahasa-5 yang sebentar lagi akan merayakan kematian.
Setelah usai, seluruh siswa kelas XI Bahasa-5 pun bangkit dari duduknya dan menari dengan sangat indah dan gemulai, membawakan tarian ronggeng gunung dengan membentuk lingkaran diiringi kawih yang sangat indah serta merdu ketika menyapa dan menyelinap masuk ke telinga.
Semakin malam ibingan2 mereka semakin lincah dan kompak, mengikuti irama yang melantun. Indah dan menawan.
~*~
Semua orang tua siswa kelas XI Bahasa-5 panik bukan main karena anak-anaknya tidak berada di tempat tidur dan di setiap sudut ruangan. Mereka pun sibuk mencari ke sana kemari dan melapor kepada polisi, takut bernasib sama dengan Lalita dan Ara. Mereka dibuat seakan-akan gila, terlebih dua hari lagi tanggal 29 akan datang. Apakah mereka telah dijemput iblis dan masuk ke dunianya? Spekulasi pun muncul di setiap benak orang-orang.
Sementara, kelas XI Bahasa-5 baru saja terbangun di setiap sudut hutan yang berbeda. Mereka sangat terheran-heran, kenapa berada di hutan? Seingat mereka, mereka tidur di kasurnya masing-masing kecuali Aldov. Ini aneh, pikir mereka yang kepalanya terasa berat serta sakit. Sekoyong-koyongnya mereka mencoba untuk bangkit dan mencari jalan keluar dari hutan yang asing itu dengan rasa takut yang luar bisa.
Mereka terus berjalan di setiap sudut yang berbeda dan tak pernah saling bertemu hingga sampailah di sebuah tanah yang tandus. Di situlah mereka kembali berkumpul, membentuk sebuah lingkaran. Terlihat di tengah-tengah mereka ada boneka Zalova Ray terbaring di atas sebuah meja marmer yang sangat cantik mengenakan gaun berwarna putih, di atas bunga-bunga matahari, di kelilingi kupu-kupu yang indah. Dan terlihat tepat di bagian depan tertuliskan sebuah kalimat oleh darah yang berbunyi selamat menyambut hari kematian yang sebentar lagi akan tiba, tergelar dalam sebuah pesta dan permainan. Selain itu ada dua mayat yang tak lain adalah mayat Lalita yang mulai membusuk dan mayat Elva yang benar-benar telah membusuk dan hampir habis, menyisihkan tulangnya terduduk di sebuah kursi kayu klasik bercorak emas.
"Anjing!'' teriak Misbah sambil berlarian mengacak-acak boneka Zalova Ray beserta bunga-bunga matahari itu.
"Misbah, berhenti!'' teriak Arius sambil menarik tangannya. "Ini gak bakal nyelsaiin masalah, yang ada malah bertambah. Sekarang emosi gak ada gunanya!''
Sementara, terlihat beberapa orang muntah-muntah karena tak tahan dengan bau danur.