29 (Dua Puluh Sembilan)

Sri Winarti
Chapter #46

Episode 44

Dendam, amarah, luka, semuanya adalah hal yang pantas dibalas tuntas. Namun, ada yang lebih pantas untuk itu semuanya, dilupakan dan memaafkan, baik mereka yang telah menyakiti ataupun diri sendiri. ~Aldov~

"Jadi, setiap catur yang keluar dari papan maka menandakan satu di antara kalian akan dibunuh, itu maksudnya, kan?'' tanya Ray sambil tersenyum picik seolah telah mengetahui arah pembicaraannya akan dibawa ke mana.

"Ya, tapi kita berhak ngelindungin siapapun yang akan dibunuh oleh boneka kamu dan jika ada catur yang keluar dari papan milik kamu, hak boneka iblis membunuh salah satu di antara kita gugur. Jika kamu kalah, maka permainan usai dan kita harus dikembaliin saat itu juga ke dunia kita,'' seloroh Arius.

"Baik, dan kalau Ray menang, maka kalian akan dibunuh. Bagaimana, sepakat?'' Ray menyodorkan tangannya untuk dijabat Arius sebagai tanda kesepakatan, Arius pun menyambutnya walau ragu dan takut, mengingat yang dihadapinya adalah iblis yang semasa hidup pernah menjuari berbagai kompetisi catur, baik nasional, asia, bahkan dunia. "Tapi,'' ucapnya sambil tersenyum dan seketika Arius menatap wajahnya yang licik, begitu pun dengan teman-temannya. "Ray tidak bisa menjamin dan mencabut hak Prisilla, Nadila, Aldov, Orion untuk membunuh beberapa di antara kalian yang dibenci oleh mereka, terutama pada Audri, Misbah, Helen.''

Seketika Ailin dan teman-temannya mengalihkan pandangan ke arah mereka yang kini tengah tertegun diam sambil tertunduk.

"Prisilla bunuh orang yang paling Prisilla benci, bunuh Audri yang sudah merundung Prisilla. Bunuh Misbah, Helen, Aldi, yang juga sering ikut-ikutan merundung dan mempermalukan Prisilla. Mereka yang ingin bereksistensi dengan merundung yang lemah wajib mati, agar tak ada lagi yang menderita. Bunuh!''

Prisilla tertunduk sambil mengepalkan tangannya erat-erat. Air matanya terasa panas hingga terderai dengan deras. Luka semakin terbelanga dan bertambah parah, mengingat semua perlakuan Audri dan beberapa temannya yang sangat buruk. Menguncinya di dalam toilet hingga terlambat masuk ke dalam kelas, diguyur, diolok-olok, disiram bakso atau jus di hadapan semua orang di kantin, buku tugas dirobek-robek hingga dihukum karena dianggap tak mengerjakan, dan semacamnya karena ia tak mau ayahnya yang cacat diolok-olok di hadapan semua orang. Jadi sebagai gantinya Prisilla merelakan diri untuk dirundung oleh Audri dan yang lainnya.

"Hentikan Ray, jangan memengaruhinya dengan kebencian!'' teriak Jovan geram, segeram-geramnya.

"Balas rasa sakit Prisilla, balaskan dendam Prisilla!''

"Diam Ray!'' teriak Ailin sambil mencekik lehernya, lalu Ray mengubah dirinya menjadi sosok mengerikan dan menjijikkan. Ailin pun melepaskan cengkeramannya karena merasa jijik.

"Balaskan juga sakit hati Prisilla kepada Ailin yang pernah bilang Prisilla bodoh, yang pernah ikut menertawakan ayah Prisilla.''

Ya, Ailin mengaku salah dan menyesal telah mengatakannya bodoh karena dia tak pernah melawan Audri, Lisi, dan Elva serta teman-temannya yang lain, yang ikut merundungnya juga. Ia juga salah karena tak pernah peduli padanya dan membelanya ketika diperlakukan buruk, hanya untuk membela nama ayahnya. Ia juga mengaku salah, bahwa karena tertawa saat Misbah mengolok-oloknya menggunakan candaan. Ia mengaku salah, bahwa pertemanan yang ditawarkan adalah palsu agar Prisilla menguburkan niat untuk membunuh Audri, Lisi, dan Elva, karena mungkin jika ada yang memedulikannya, luka di hatinya akan berkurang. Akan tetapi setelah ini Ailin menyadari, bahwa ia ingin bersahabat dengannya secara tulus.

"Orion, ingatkan karya Orion tak pernah dihargai? Ingat kan, kenapa Orion lebih menyukai dunia fiksi daripada kenyataan dan orang-orang yang ada di sekitar Orion karena apa?''

Orion menelan saliva seraya menatap lekat-lekat Zalova Ray penuh arti, lantas ia menganggukkan kepala. Bagaimana bisa ia lupa dengan apa yang orang-orang lakukan sehingga dirinya kehilangan banyak kenangan yang indah dan memilih hidup dalam imajinasi, membunuh semua orang dalam karyanya.

"Bukankah ini waktunya bagi Orion untuk membunuh mereka secara nyata?''

Tangisan Orion pun pecah dengan seiring ia menganggukkan kepala, membuat senyuman Ray semakin lebar dan penuh kepuasan.

"Aldov, bunuh mereka semua yang selalu menghina kekurangan Aldov, hingga Aldov harus terasingkan. Bunuh mereka, yang udah merundung Aldov!''

Sama halnya dengan Prisilla dan Orion, ia yang secara ajaib dapat mendengarkan suara Ray mengepalkan erat-erat tangannya sambil mengingat perilaku-perilaku mereka terhadapnya. Ada yang meledek dengan menggunakan bahasa tubuh yang sama sekali tak ada artinya, mencabut alat pendengarannya dan dimain-mainkan, setelah itu dibuang. Berlaga bisu dan tunarungu, serta sebagainya. Jelas saja itu menyakitkan, sangat-sangat menyakitkan. Iya, alat bantu pendengarannya hilang entah ke mana saat berusaha menyelamatkan diri dari bantaian.

Tanpa terasa air mata Aldov pun jatuh menetes, lalu dengan segera ia menyekanya dan berkata kepada Ray melalui bahasa isyarat yang diterjemahkan oleh Arius, bahwa ia tak akan membunuh siapa pun dan ia tidak memiliki dendam kepada mereka, karena mereka semua adalah temannya. Saat kita terluka, kita hanya perlu membalutnya, bukan membuatnya menjadi semakin parah dengan terus mengingatnya dan menjadikannya sebuah dendam. Ya, saat Mega berbicara melalui isyarat untuk menyampaikan sesuatu pada Arius, ia belajar dengan keras untuk memahaminya.

Tanpa terasa pula air mata teman-temannya mengalir dengan deras, rasanya mereka menyesal telah memperlakukan mereka dengan buruk.

"Nadila?''

"Iya, Ray,'' jawab Nadila sambil tersenyum dengan indah dan rekah merasa senang setengah mati ketika namanya disebutkan begitu lembut dan penuh bujukkan.

"Bagaimana, mau kembali membunuh? Seperti Nadila membunuh Elva dan Lisi untuk membalas semua dendam.''

"Iya, tentu saja Ray.''

Lihat selengkapnya