29 (Dua Puluh Sembilan)

Sri Winarti
Chapter #48

Episode 46

Ada dan tiada. Awal dan akhir. Memiliki dan kehilangan. Menyukai dan membenci. Suka dan duka. Sedih dan bahagia. Pertemuan dan perpisahan. Perihal semua itu hanya waktu yang memilikinya. Dan waktu sepenuhnya adalah milikmu.

~Zalova Ray~

Jadi, roh kesepian yang sesungguhnya adalah Ailin? Berarti Danista selama ini adalah roh kesepian palsu? Ah, tepatnya mungkin adalah boneka Ray untuk sebuah manipulasi dengan tujuan mempermainkan, pikir mereka mengerti. Namun sangat disayangkan, padahal mereka mulai menyayangi Ailin sebagai teman terutama Vanya. Ia selain menganggap dirinya sebagai sahabat tetapi juga sebagai seorang saudari. Rasanya mereka tak mau percaya.

Lantas, itu artinya Danista bukan terbakar karena permainannya sudah berakhir dari hasil permainan catur antaranya dengan Jovan, melainkan oleh Ailin sendiri. Maksudnya oleh Ray setelah ia mengucapkan selamat tinggal, boneka kesayanganku. Iya, ia membisikkan hal tersebut seraya membakar Danista yang dijadikannya alat.

Kini ingatan mereka pun kembali mengenai siapa saja yang berada di kelas dan tak ada. Wajah dan identitas Ailin Wajdi sama sekali tak ada, mereka tak pernah mengenalnya. Orang asing yang menyelinap masuk untuk mencari makna pertemanan dengan cara yang keji, lalu wajah siapa itu dan identitas siapa? Apakah dia meminjamnya seperti yang pernah dilakukannya saat Mega terlibat atau justru dia menciptakan wajah itu dengan sendirinya? Ya, ia pernah beberapa kali meminjam wajah orang lain untuk berada di antara para korbannya. Hal itu pun membuat Arius sangat penasaran.

"Ada apa dengan wajah kalian? Itu terlihat sangat jelek,'' seloroh Ray asli seraya tersenyum penuh kemenangan melihat wajah Arius, Vanya, Jovan, Prisilla, Alsa, Orion, Misbah, Nida, dan Dea yang kini menegang, bingung, tak paham, dan syok bukan main.

Air mata Vanya terasa panas, lalu berderai dengan deras. Sesak kembali memenuhi dadanya, begitu pula dengan rasa sakit yang tak terkira. Baginya yang selalu kesepian hal tersebut adalah sebuah penghianatan yang begitu besar.

"Oh iya, terima kasih Vanya, telah rela mengorbankan diri demi menyelamatkan Ray dan telah menjadi sosok sahabat terbaik yang pernah Ray temui dan Ray miliki,'' ucap Zalova Ray sambil tersenyum indah serta rekah tanpa berdosa sama sekali, membuat Vanya muak.

"Kenapa Ray?''

"Apanya, Van?'' tanya Ray seraya mengubah dirinya menjadi Ailin. "Apanya yang kenapa?''

"Kenapa meski jadi sahabatku?''

Ya, kenapa meski dirinya datang sebagai sahabat Vanya? Kenapa tak menjadi teman sekelasnya saja tanpa perlu memanipulasi ikatan yang selalu didambakannya dari kecil, dengan begitu ia tak akan sekecewa dan sesedih itu. Rasanya itu jantung disayat-sayat belati, kemudian dibasuh air lautan, perih dan sangat sakit. Ia merasa sangat-sangat dikhianati, namun mau dikata apa? Lagi pula ingatannya dimanipulasi. Jadi, apa yang diceritakan dan setiap ucapan serta perilakunya semua adalah kebohongan? Pikir Vanya sendu.

Ah, shit! Semuanya adalah kebohongan. Di lorong dan di ruang kesenian ternyata tak benar-benar terjadi, melainkan hanya suatu karangan. Sebetulnya ia tengah meneror Jovan. Ia sengaja muncul di lorong itu, karena Vanya mencari-carinya. Ia berpura-pura sakit kepala saat Vanya menemukannya dan saat Vanya bertanya, ia menjawab dan mengarang cerita yang disamakan walau tak persis ketika Vanya diteror olehnya.

Di pagi-pagi saat Vanya sikat gigi, tiba-tiba mendengar ada seseorang yang memainkan kecapi dan menyanyikan kawih sabilulungan, kawih pavorit Ray. Kemudian petikannya berubah dari indah menjadi menyeramkan. Ia merasa penasaran lantas keluar kamar mandi, menuruni anak tangga, menelusuri koridor dan saat itulah ia mendengar ada seseorang dengan suara parau, menyedihkan, dan menyeramkan berbisik tepat di telinga kanannya bersama hembusan napas yang amat dingin, "Mari berteman dan bermain!''

Sontak Vanya mengalihkan pandangan dan tak ada siapa-siapa. Ia tertegun diam, berpikir-pikir. Perasaankah? Suara kecapi itu semakin kencang terdengar dan ia semakin penasaran, siapa yang bermain kecapi di sekitar rumahnya? Sedangkan tak ada yang bisa bermain kecapi. Ibu dan ayahnya mana mungkin. Ia kembali melanjutkan langkah ke halaman samping rumahnya yang nyaman dipenuhi rumput-rumput nun hijau dan bunga-bunga mawar yang cantik.

Dilihatnya, Ailin yang tengah memainkan kecapi. Saat itulah Ailin menghentikan petikannya, lalu berbalik kepada Vanya sambil tersenyum dengan indah dan rekah. Ia begitu cantik dan anggun, mengenakan dress vintage berwarna merah muda dengan rambut yang dibiarkan tergerai jatuh. Sesaat kemudian, Ailin pun menghilang begitu saja.

Tentu saja Vanya kaget dan ketakutan sampai-sampai tertegun dalam waktu yang cukup lama, menimbang-nimbang untuk menentukan halusinasi atau benar-benar menyaksikan hal tak masuk akal. Akhirnya ia memilih tak mengimani dan menganggap itu sebuah halusinasi.

Ia kembali masuk ke dalam rumah dan sesampainya, ia melihat Ailin tengah mengobrol bersama ibunya, mengenakan seragam. Entah apa yang ia bicarakan? Lantas pergi setelah menyuguhkan senyuman kepadanya tanpa berkata apapun.

"Van, ayo mandi! Nanti terlambat,'' ucap ibunya sambil beranjak ke ruang makan.

Ia kembali ke kamar dengan penuh tanda tanya dan ketika itulah teror yang berdarah-darah dimulai.

Berarti peristiwa dimalam ketika diteror Ray saat mengenakan tudung merah itu sebuah konspirasi antara dirinya dengan Danista Raya? Jadi begini ya, Danista menjadi Ailin sementara dan Ailin menjadi roh kesepian untuk meneror kelas XI Bahasa-5? Ah, sebuah tipu daya, toh. Makanya itu Danista dijadikan sebagai duplikatnya, agar ia terlihat nyata sebagai manusia dan agar tak menjadi tersangka.

Lihat selengkapnya