Marga ku adalah Lim. Felix Lim. Masih berdarah kental dengan Chiness. Orangtua ku masih fasih berbahasa Cina, herannya aku dan Ferry satu-satunya adik laki-lakiku masih kesulitan untuk menggunakan bahasa Cina sampai sekarang. Berdarah Cina, tapi tak nampak Cina. Kulitku hitam dan aku senang berkumis tipis. Hanya mata sipitku yang mendukung Ke-Cina-an ku. Beda dengan Ferry, fisiknya yang lekat dengan ciri-ciri Chiness.
Satu tahun setelah aku lulus sekolah kejuruan, aku mulai bekerja di pabrik pembuatan minyak kelapa sawit. Bekerja di bagian perebusan tak pernah membuat ku mengeluh meski agak sedikit berbahaya. Justru aku bersyukur, aku tak lagi menjadi seperti yang lalu. Ahhh bayangan itu muncul lagi. Darah di kepala teman ku jelas terlintas dalam otak ku lagi.
"Felix, kau kenapa melamun dan tiba-tiba bercucuran keringat seperti ini. Apa cuaca malam ini panas?". Mita, Pacarku yang cantik dan anggun menyadarkan aku dari lamunan bayangan masa lalu. Ah sial aku memang tidak bisa bersembunyi dari kenangan itu.
"Tidak apa-apa Ta, sepertinya memang lumayan panas suhu malam ini." Jawab ku asal sambil menyeruput kopi buatan Mita.
"Apa kita perlu duduk di dalam rumah ku saja?, kita pakai AC saja di ruang tamu ku. Tenang saja Bapak dan Mamak ku juga belum tidur." Tawar Mita.
"Ga usah Ta, di sini aja deh. Sambil ngeliatin bintang bulan, ditemenin kamu lebih indah rasanya." Goda ku pada Mita, yang hanya dibalas senyum kinyis.
Cantik sekali, aku beruntung memilikinya. Dia lembut, tak banyak tuntutan, tidak cerewet, mengerti aku, dan kesetiaannya benar-benar harus ku hargai. Jarang sekali ku temui perempuan seperti Mita. Dia juga tak memandang harta, pendidikan dan pekerjaan ku, meski dia dari keluarga yang sangat kaya, anak seorang Kepala Desa Terusan.
Aku ingin mencintai Mita sepenuh hatiku, ingin sekali rasanya. Tapi entah, apa yang menghambat perkembangan cinta dalam hatiku. Sudah dua tahun aku berusaha mencintainya, tapi rasanya sulit. Aku merasa, selama ini aku hanya menghargai dan membalas kebaikan dan ketulusannya. Apa karena cinta pertama ku yang gagal waktu itu.