Blurb
Kisah ini berpusat pada tiga mahasiswi Indonesia, Kretcha Apipah, Balai Pustaka, dan Purwa Katha, yang menjalani pertukaran pelajaran di Prancis, jurusan ilmu komputer. Mereka datang dengan semangat idealisme yang membara, bercita-cita untuk mengubah dunia dan membuktikan bahwa mereka bisa mandiri tanpa bergantung pada orang tua. Namun, kenyataan hidup di negeri orang tidaklah seindah yang mereka bayangkan.
Di tengah kota Paris yang gemerlap, mereka menghadapi berbagai tantangan yang membuat mereka menyadari bahwa dunia tidak selalu ramah terhadap impian besar. Mereka harus berjuang keras untuk bertahan hidup, mengelola keuangan yang terbatas, dan menghadapi tuntutan akademis yang berat. Setiap hari menjadi pelajaran berharga tentang realita kehidupan yang keras dan tak terduga. Meskipun demikian, mereka terus berusaha, belajar, dan beradaptasi.
Namun, semakin lama mereka hidup di Prancis, semakin jelas bagi mereka bahwa dunia tidak akan berubah semudah yang mereka bayangkan. Mereka merasa hanyalah tiga perempuan biasa yang memiliki mimpi-mimpi besar tetapi tanpa kekuatan untuk mewujudkannya. Idealisme mereka mulai terkikis oleh kenyataan pahit. Rasa frustrasi dan ketidakberdayaan mulai merasuk ke dalam pikiran mereka, membuat mereka meragukan tujuan dan makna hidup mereka.
Setelah melewati berbagai cobaan dan kesulitan, mereka akhirnya memutuskan untuk pulang ke Indonesia. Namun, di tanah air, mereka menemukan diri mereka terjebak dalam rasa putus asa yang mendalam. Mereka enggan bekerja dan memilih menjadi pengangguran, menghabiskan waktu dengan mendiskusikan teori-teori dari Adorno, Foucault, Derrida, dan pemikir-pemikir kritis lainnya yang mereka pelajari selama di Eropa. Mereka menemukan semacam kenyamanan dalam menjadi "sampah masyarakat," hidup dari uang orang tua, dan melarikan diri dari tanggung jawab dunia nyata.
Kehidupan mereka yang stagnan dan penuh kebosanan ini tiba-tiba terguncang oleh sebuah insiden tragis. Seorang teman mereka saat di Prancis, Ryo, ditemukan tewas dalam keadaan yang mencurigakan. Awalnya, kematian Ryo dikategorikan sebagai bunuh diri, tetapi ada banyak kejanggalan yang membuat ketiganya ragu. Muncul pertanyaan besar dalam benak mereka: apakah ini benar-benar bunuh diri atau sebenarnya ada elemen pembunuhan yang terlibat?
Ketiga srikandi yang dulunya idealis ini kemudian menemukan kembali semangat mereka. Berbekal pengetahuan teori kritis yang mereka pelajari di Eropa, mereka memutuskan untuk menyelidiki kematian Ryo. Mereka menggali lebih dalam, menganalisis setiap petunjuk, dan mencari jawaban di balik tragedi ini. Dalam proses penyelidikan ini, mereka menemukan kekuatan yang telah lama hilang dan menyadari bahwa meskipun mereka bukanlah pahlawan besar yang bisa mengubah dunia, mereka masih bisa berbuat sesuatu yang berarti.
Perjalanan mereka dalam menyelidiki kematian Ryo membawa mereka pada pemahaman baru tentang kehidupan dan idealisme. Mereka belajar bahwa perubahan tidak selalu harus berskala besar; kadang-kadang, keberanian untuk mencari kebenaran dan menantang ketidakadilan sudah cukup untuk memberikan dampak. Pada akhirnya, mereka menyadari bahwa meski mereka tidak bisa mengubah dunia, mereka bisa mengubah diri mereka sendiri dan memberikan kontribusi yang berharga bagi orang-orang di sekitar mereka.
Dengan penuh tekad dan semangat yang diperbarui, Kretcha, Balai, dan Purwa melanjutkan hidup mereka, tidak lagi sebagai pengangguran yang putus asa, tetapi sebagai perempuan yang memiliki tujuan baru dan keberanian untuk menghadapi dunia dengan cara mereka sendiri.