Kretcha dan Balai melangkah masuk ke kelas untuk pertama kalinya dengan campuran antusiasme dan kecemasan. Ini adalah kelas tentang Dasar-Dasar Sistem Informasi, dan ruangan itu penuh dengan wajah-wajah baru. Di depan kelas, seorang perempuan Prancis berdiri dengan anggun namun terlihat tegas.
“Bonjour à tous. Selamat datang di kelas Dasar-Dasar Sistem Informasi,” suara dosen itu terdengar lantang, “Nama saya Chantal. Sekarang kita akan membahas konsep agile."
Di tengah-tengah kelas Chantal berkata, "kelas ini adalah kelas susah, jadi jika ada yang tidak mau belajar, silakan drop sekarang.”
Kretcha melirik Balai dengan mata terbelalak, lalu berbisik, “Apa kita salah kelas? Dosennya galak banget.”
Bisikan Kretcha ternyata terlalu keras. Chantal menoleh tajam ke arahnya. “Hai kamu, yang berisik sendiri. Kalau saya bicara, kamu sebagai murid harusnya diam dan mendengarkan,” katanya dengan logat Prancis yang kental. Kretcha mengerutkan kening, tidak paham sepatah kata pun.
“Saya... saya tidak mengerti, Madame,” jawab Kretcha gugup.
Chantal menghela napas dan menghujani Kretcha dengan pertanyaan. “Dari tadi saya membahas konsep Agile dalam sistem informasi, apa yang dimaksud Agile?”
Kretcha terdiam, bingung dan takut. Kelas seketika hening. Lalu, suara lantang dengan bahasa Prancis sempurna terdengar dari barisan belakang. “Agile adalah metodologi pengembangan perangkat lunak yang fokus pada iterasi berkelanjutan, kolaborasi tim, dan adaptabilitas terhadap perubahan. Tujuannya adalah menghasilkan produk yang berfungsi dan memenuhi kebutuhan pengguna dengan cepat melalui siklus pengembangan yang singkat dan feedback berkelanjutan.”
Semua mata beralih ke arah suara itu. Seorang perempuan dengan aura percaya diri menatap Chantal tanpa takut. Chantal mengangguk. “Très bien. Lain kali, kalau mau mengobrol silakan keluar saja, saya tidak butuh murid yang tidak mau belajar.”
Saat kelas berakhir, Kretcha langsung mendekati perempuan itu. “Hai, terima kasih tadi ya. Kamu orang Indonesia juga?” tanyanya dengan antusias.
Perempuan itu tersenyum. “Iya, aku Purwa Katha. Senang ketemu kalian.”
Balai yang sedari tadi diam, akhirnya ikut bersuara. “Kamu hebat banget jawab pertanyaan tadi. Kamu kuliah dengan beasiswa?”
Purwa mengangguk. “Iya, aku dapat beasiswa Veritas.”
Kretcha dan Balai saling pandang, terkejut dan kagum. “Wah, beasiswa Veritas itu susah banget dapetnya. Kita cuma dapet beasiswa ayah bunda,” kata Kretcha sambil ngakak.
“Jangan minder gitu dong. Keterima di Sorbonne University itu sudah prestasi yang luar biasa. Yang penting kita sama-sama belajar di sini,” jawab Purwa dengan bijak.
Mereka bertiga memutuskan untuk makan siang bersama di kantin kampus. Suasana kantin yang ramai terasa hangat dengan obrolan mereka. “Jadi, gimana caranya kamu bisa bahasa Prancis lancar gitu?” tanya Balai.
Purwa mengangkat bahu. “Aku banyak latihan. Nonton film, baca buku, dan tentu saja, ngobrol sama orang Prancis. Lama-lama terbiasa.”