Kretcha berjalan melintasi kampus ketika sebuah poster mencolok menarik perhatiannya. Poster tersebut tertempel di tiang listrik, dihiasi dengan warna-warna cerah dan font yang mencolok:
MUAK DENGAN KAPITALISME? TEORI KRITIS LAH SOLUSINYA! Bergabunglah dengan kelas Teori Kritis. GRATIS! Mari kita hancurkan sistem kapitalisme yang menindas dan menjajah pikiran kita! Bersama kita bisa menciptakan dunia yang lebih adil dan setara! Lokasi: Ruang Seminar 205 Waktu: Sabtu, 10:00 pagi
Kretcha segera mengambil gambar poster tersebut dengan ponselnya dan bergegas kembali ke apartemen. Sesampainya di sana, ia menemukan Balai dan Purwa sedang asyik berdiskusi tentang tugas mereka.
"Kalian harus lihat ini!" seru Kretcha dengan penuh semangat. "Aku menemukan poster tentang kelas Teori Kritis. Kita harus ikut! Aku juga bisa sambil meliput dan mewawancarai ketuanya."
Balai tampak ragu-ragu. "Teori Kritis? Aku nggak yakin, Kretcha. Aku ini tipe orang yang khawatiran dan ragu-ragu. Bagaimana kalau ini cuma buang-buang waktu?"
Purwa, yang selalu antusias dengan ide-ide baru, segera menunjukkan minatnya. "Aku pernah membaca buku Madilog karya Tan Malaka. Pemikiran sosialisnya sangat kritis. Aku rasa ini kelas yang tepat buat kita."
Kretcha mengangguk penuh semangat. "Betul, Purwa! Lagipula, kelas ini gratis. Kita tidak rugi apa-apa untuk mencoba. Dan dengar-dengar ketuanya juga orang Indonesia."
Setelah beberapa saat diskusi, Balai akhirnya mengalah meskipun masih setengah hati. "Baiklah, aku ikut. Tapi kalau kelas ini membosankan, jangan salahkan aku kalau aku kabur duluan."
Keesokan harinya, mereka bertiga tiba di Ruang Seminar 205. Di dalam ruangan, sudah ada sekitar 25 orang yang duduk di kursi yang diatur melingkar. Di depan kelas, seorang pria muda berdiri dengan percaya diri. Ia memperkenalkan dirinya sebagai Ryo, ketua organisasi Teori Kritis.
"Selamat datang semua. Nama saya Ryo, dari Indonesia, khususnya Maluku. Apa ada orang Indonesia di sini?," tanya Ryo.
Kretcha, Balai, dan Purwa mengangkat tangan mereka.
"Wah ada tiga orang Indonesia di sini. Sama-sama senasib sepenanggungan," kata Ryo sambil tersenyum.
"Baiklah, kita akan mula dengan dasar-dasar Teori Kritis. Teori Kritis adalah pendekatan yang kritikal terhadap masyarakat dan budaya, mengkaji bagaimana kekuasaan dan dominasi dicipta dan dipertahankan. Mari kita mulai dengan Karl Marx, yang merupakan bapak dari pemikiran kritis ini," kata Ryo.
Ryo menampilkan slide presentasi yang menampilkan gambar Karl Marx. "Marx berpendapat bahwa sejarah manusia adalah sejarah perjuangan kelas. Dia percaya bahawa kapitalisme adalah sistem yang mengeksploitasi pekerja demi keuntungan kapitalis."
Selanjutnya, Ryo memperkenalkan Theodor Adorno dan Max Horkheimer dari Mazhab Frankfurt. "Adorno dan Horkheimer meneliti bagaimana industri budaya menciptakan kesadaran palsu yang membuat kita terlena dengan kapitalisme. Mereka percaya bahawa media massa memainkan peranan besar dalam menyebarkan ideologi kapitalis."
Ryo terus menjelaskan tentang pemikiran Jürgen Habermas yang menekankan pentingnya ruang publik untuk diskusi yang rasional dan bebas dari dominasi. "Habermas percaya bahwa ruang publik adalah tempat di mana kita boleh berdebat tentang isu-isu masyarakat secara terbuka dan tanpa paksaan."