Setelah memutuskan untuk pergi ke Jerman, Kretcha, Balai, Purwa, dan Ryo memulai perjalanan mereka yang penuh antisipasi dan harapan. Selama dua minggu, mereka berempat berpetualang mengunjungi tempat-tempat ikonik di Jerman, dengan tujuan utama mengunjungi Sekolah Frankfurt untuk memahami lebih dalam teori-teori Mazhab Frankfurt, terutama pandangan Adorno yang kontroversial.
Perjalanan mereka dimulai dari Berlin, sebuah kota yang kaya akan sejarah dan budaya. Ryo dan Purwa, yang memiliki pengetahuan luas tentang sejarah Jerman, bergantian menjadi "Google" bagi Kretcha dan Balai, yang merasa sangat antusias namun kadang-kadang tersesat dalam labirin sejarah yang begitu kompleks.
Salah satu kunjungan yang paling berkesan adalah ke Museum Holocaust. Di sana, mereka melihat dengan mata kepala sendiri jejak kekejaman masa lalu yang menghancurkan jutaan jiwa. Ryo menjelaskan dengan nada serius, "Holocaust adalah salah satu tragedi terbesar dalam sejarah manusia. Ini adalah pengingat bahwa kita harus selalu waspada terhadap ekstremisme dan kebencian."
Purwa menambahkan, "Betul, dan ini juga menunjukkan bagaimana propaganda dan kontrol informasi bisa digunakan untuk memanipulasi masyarakat. Ini sangat relevan dengan apa yang Adorno katakan tentang industri budaya."
Namun, ketika mereka mengunjungi Gerbang Brandenburg, terjadi momen yang lucu. Ryo dengan penuh percaya diri menjelaskan, "Gerbang Brandenburg dibangun oleh Napoleon sebagai simbol kemenangan."
Purwa, dengan senyum sarkastik, menyela, "Ryo, aku benci harus mengatakan ini, tapi kamu salah. Gerbang Brandenburg dibangun pada abad ke-18 oleh Raja Friedrich Wilhelm II dari Prusia. Napoleon memang pernah melewati gerbang ini, tapi dia tidak membangunnya."
Ryo terdiam sejenak, kemudian tertawa. "Baiklah, sepertinya aku harus belajar lebih banyak sejarah sebelum mencoba menjadi pemandu tur."
Kretcha dan Balai tertawa melihat keduanya berdebat dengan cara yang penuh cinta dan humor. "Kalian berdua seperti pasangan tua," kata Balai sambil tersenyum. "Selalu ada saja yang diperdebatkan, tapi itu yang membuat kalian begitu cocok."
Setelah Berlin, mereka melanjutkan perjalanan ke Frankfurt, kota yang menjadi pusat Mazhab Frankfurt. Di sini, mereka mengunjungi museum dan universitas, mencoba menyerap sebanyak mungkin pengetahuan tentang teori kritis.