3 Titisan Adorno

Kirana Aisyah
Chapter #21

Perjalanan ke Dalam Diri

Di kampus yang ramai, Kretcha, Balai, Purwa, dan Ryo sedang mempersiapkan skripsi mereka. Setiap hari terasa semakin sibuk dengan diskusi tentang topik yang akan mereka ambil.

"Bagaimana kalau aku fokus pada feminisme di media sosial?" tanya Purwa, sambil menatap layar laptopnya.

Balai mengangguk. "Aku berpikir untuk membuat proyek Virtual Reality. Mungkin simulasi role play untuk edukasi."

Kretcha diam-diam merenung. "Aku tertarik dengan isu radikalisme online," katanya akhirnya. "Itu sedang hangat di Indonesia, dan aku bisa membuat sistem informasi untuk mendeteksi aktivitas mencurigakan."

Ryo, yang sejak tadi sibuk dengan teleponnya, akhirnya angkat bicara. "Radikalisme online? Aku pikir itu topik yang berat."

Kretcha mengangguk. "Justru karena itu. Aku ingin membuat sesuatu yang relevan dan berguna."

Mereka pun sepakat dengan pilihan masing-masing, dan mulai membagi tugas. Setiap hari, mereka berdiskusi dan saling memberi masukan.

Beberapa hari kemudian, Kretcha duduk di ruang pertemuan kecil bersama Balai dan Purwa. Mereka sedang membahas struktur proposal mereka.

"Jadi, Kretcha, bagaimana rencanamu untuk sistem informasi itu?" tanya Purwa.

Kretcha membuka catatannya. "Aku akan memulai dengan mengumpulkan data dari berbagai sumber online, seperti forum dan media sosial. Sistem ini akan menggunakan algoritma untuk mendeteksi pola-pola radikal."

"Apakah kamu yakin bisa menangani data sebanyak itu?" Balai mengerutkan kening. "Ini akan membutuhkan banyak sumber daya."

Kretcha tersenyum, sedikit canggung. "Itu memang tantangannya. Tapi aku sudah merencanakan untuk bekerjasama dengan tim IT kampus."

"Bagus," sahut Purwa. "Kalau begitu, aku akan fokus pada analisis gender dalam penggunaan media sosial. Aku ingin menunjukkan bagaimana platform ini memengaruhi persepsi publik tentang feminisme."

Balai menambahkan, "Aku akan mengembangkan Virtual Reality yang memungkinkan pengguna untuk menjalani berbagai skenario. Misalnya, pengalaman sebagai korban diskriminasi atau penyintas kekerasan."

Ryo, yang baru saja masuk ruangan, membawa kopi untuk semua orang. "Aku dengar kalian membicarakan proyek. Ada yang perlu bantuan?" katanya, meletakkan cangkir di meja.

Lihat selengkapnya