Kretcha tiba di Strasbourg, sebuah kota indah di Prancis yang dikenal dengan arsitektur medieval dan suasana tenangnya. Dia memutuskan untuk mengikuti retret Vipassana, sebuah praktik meditasi yang bertujuan untuk melihat realita dengan lebih jelas. Perjalanan ini menjadi upaya Kretcha untuk menemukan ketenangan batin di tengah kesibukan hidupnya.
Hari Pertama: Pendaftaran dan Perkenalan
Setibanya di lokasi retret, Kretcha merasa gugup dan cemas. Bangunan biara tua dengan dinding batu yang kokoh dan taman rimbun di sekitarnya memberikan suasana damai, namun suasana ini terasa asing baginya. Kretcha tidak mengenal siapa pun di sana dan merasa sendirian di tengah kelompok peserta yang juga tampak cemas.
Di pintu masuk, seorang sukarelawan bernama Roger menyambutnya. Roger adalah pria berusia pertengahan empat puluhan dengan senyum hangat dan mata penuh pengertian.
"Selamat datang di retret Vipassana," kata Roger dengan aksen Inggrisnya yang khas. "Apakah ini pertama kalinya Anda mengikuti retret seperti ini?"
Kretcha mengangguk sambil tersenyum gugup. "Iya, saya baru pertama kali. Sebenarnya, saya penasaran, apa sebenarnya arti Vipassana?"
Roger tersenyum dan mulai menjelaskan. "Vipassana adalah kata dalam bahasa Pali yang berarti 'melihat sesuatu sebagaimana adanya' atau 'melihat realita dengan jelas.' Ini adalah teknik meditasi yang diajarkan oleh Siddhartha Gautama, yang dikenal sebagai Buddha, lebih dari 2.500 tahun yang lalu. Tujuannya adalah untuk mengembangkan pengamatan diri melalui meditasi dan mencapai pemahaman yang mendalam tentang sifat sejati pikiran dan tubuh."
Kretcha mendengarkan dengan penuh perhatian, mencoba memahami konsep tersebut.
"Vipassana membantu kita melihat kenyataan dari pengalaman kita sendiri tanpa prasangka atau distorsi," lanjut Roger. "Dalam prosesnya, kita belajar melepaskan pikiran negatif dan emosi yang mengikat kita, sehingga bisa mencapai keadaan mental yang lebih seimbang dan damai."
"Jadi, ini tentang mengamati diri sendiri dan pikiran kita?" tanya Kretcha, masih mencoba menyusun pemahamannya.
"Tepat sekali," kata Roger. "Ini adalah proses internal yang intens, tetapi sangat bermanfaat. Selama retret ini, kita menerapkan 'Noble Silence' atau 'Berdiam Diri yang Mulia'. Ini berarti kita tidak berbicara, menggunakan ponsel, membaca buku, atau menulis. Ini untuk membantu kita fokus sepenuhnya pada proses meditasi dan pengamatan diri."
Kretcha merasa sedikit lega mendengar penjelasan ini, meskipun masih ada rasa cemas. "Baiklah, saya akan mencobanya."
Roger tersenyum, merasakan kelegaan Kretcha. "Ingat, kami di sini untuk mendukung Anda. Jika ada yang perlu ditanyakan, jangan ragu untuk bertanya kepada sukarelawan."
Kretcha mengangguk, mencoba menenangkan diri. Saat mengantre untuk registrasi, ia bertemu dengan seorang wanita bernama Olea dari Serbia. Keduanya segera terlibat dalam percakapan yang hangat.
"Hai, saya Kretcha," katanya dengan senyum hangat.
"Olea," jawab wanita itu. "Ini kali ketigaku mengikuti retret ini."
"Wow, sudah tiga kali? Aku baru pertama kali ini," kata Kretcha.
Olea tersenyum. "Pengalaman di sini bisa sangat transendental. Di dua retret sebelumnya, aku merasakan hal-hal magis, seperti bersatu dengan alam. Rasanya tubuhku menghilang."