Kretcha kembali dari retret Vipassana dengan perasaan campur aduk. Ada kedamaian yang ia rasakan, namun juga kegelisahan saat kembali ke kenyataan dunia akademis yang menantinya. Begitu sampai di apartemennya, ia segera mencari Balai dan Purwa untuk menceritakan pengalamannya.
Di ruang tamu apartemen mereka yang sederhana, Kretcha menemukan Balai dan Purwa tengah duduk sambil menyeruput kopi. Mereka menatap Kretcha dengan penasaran saat ia masuk, membawa serta udara sejuk dari luar.
"Jadi, bagaimana retretnya? Kamu terlihat berbeda," kata Balai, mencoba membaca ekspresi Kretcha.
Kretcha tersenyum, merasa tak sabar untuk berbagi. "Itu... luar biasa. Aku merasa lebih tenang dan damai. Pengalaman ini benar-benar mengubah cara pandangku."
Purwa mengangkat alisnya, dengan nada skeptis ia bertanya, "Benarkah? Jadi, apa yang sebenarnya terjadi? Kau duduk diam selama sepuluh hari dan tiba-tiba hidupmu berubah?"
Kretcha mengangguk, masih tersenyum. "Ya, kurang lebih begitu. Kita belajar mengamati diri sendiri tanpa penilaian, menerima segala sesuatu sebagaimana adanya. Ada momen di mana aku merasa seperti... bersatu dengan alam."
Balai, yang selalu tertarik pada hal-hal spiritual, mencondongkan tubuhnya ke depan. "Itu terdengar keren, tapi jujur saja, kedengarannya menakutkan. Apa tidak membosankan duduk diam selama itu?"
"Tentu saja ada momen-momen bosan," jawab Kretcha dengan santai. "Tapi justru di situ letak pelajarannya. Kita diajarkan untuk menghadapi kebosanan, rasa sakit, dan ketidaknyamanan tanpa lari dari mereka."
Purwa masih tampak ragu. "Kedengarannya agak mistis bagiku. Kamu benar-benar merasa tubuhmu menghilang?"
Kretcha tertawa kecil. "Itu cuma perasaan, bukan berarti tubuhku benar-benar hilang. Aku hanya merasa sangat tenang dan damai, seperti tidak ada batas antara aku dan lingkungan sekitarku."
Balai tersenyum tipis. "Aku tertarik, tapi jujur saja, aku takut mencoba. Bagaimana kalau aku malah menjadi gila duduk berjam-jam tanpa melakukan apa-apa?"
Kretcha menggeleng sambil tersenyum. "Tidak ada yang gila. Tapi ya, mungkin ini bukan untuk semua orang. Aku hanya berbagi pengalamanku. Aku merasa mendapat banyak pencerahan dari sana."
Purwa mendesah. "Aku masih skeptis. Meditasi bukanlah sesuatu yang langsung klik di pikiranku."
Kretcha tertawa. "Ya, ya, aku tahu. Tak masalah. Yang penting aku sudah mencoba dan merasakan manfaatnya. Jika kalian tertarik, mungkin suatu hari kalian bisa mencoba juga. Tapi aku tidak akan memaksa."
Setelah beberapa lama, Kretcha menyadari bahwa meyakinkan Balai dan Purwa untuk ikut retret mungkin bukanlah cara terbaik. Sebagai gantinya, ia menyalurkan pengalamannya ke dalam sebuah puisi, mencoba menangkap esensi dari kedamaian dan kesendirian yang ia rasakan.
Kebenaran yang Mendatangkan Kesendirian
Dalam hening yang mendalam,