Kretcha, Balai, dan Purwa mulai menyelesaikan proyek platform digital mereka dengan penuh dedikasi. Konten-konten tentang teori kritis yang mereka pelajari mulai dibentuk dan didesain, menciptakan sumber daya yang kaya dan berguna bagi audiens mereka.
Purwa mengetik dengan cepat, mengisi platform dengan tulisan-tulisan mendalam tentang tokoh-tokoh teori kritis dan pandangan mereka. Kretcha, dengan kecerdasannya dalam desain visual, menciptakan tampilan yang menarik dan intuitif. Balai memastikan semuanya berjalan lancar dan berfungsi dengan baik.
"Aku merasa kita akhirnya mencapai sesuatu yang besar," kata Purwa sambil tersenyum kecil, matanya berbinar karena kelelahan dan kebanggaan.
"Ini baru permulaan," jawab Kretcha, sambil memeriksa desain terakhir di laptopnya. "Kita masih punya banyak ide yang bisa kita kembangkan di platform ini."
Balai mengangguk setuju. "Ya, dan yang terpenting, kita melakukannya bersama. Ini adalah hasil kerja keras kita sebagai tim."
Beberapa minggu kemudian, hari sidang skripsi mereka tiba. Kretcha, Balai, dan Purwa berdiri di depan dewan penguji, berusaha memberikan presentasi terbaik mereka. Chantal dan Gabriel, dosen pembimbing mereka, siap dengan pertanyaan-pertanyaan yang menghujam.
Setelah presentasi Kretcha selesai, Gabriel mengajukan pertanyaan pertama. "Kretcha, Anda mengatakan bahwa deteksi radikalisme online dapat ditingkatkan dengan algoritma yang lebih kompleks. Bagaimana Anda memastikan bahwa algoritma tersebut tidak melanggar privasi pengguna?"
Kretcha menjawab dengan tenang, meskipun merasa tegang. "Saya menggunakan pendekatan anonimitas dan enkripsi data. Data yang diolah oleh algoritma tidak mengidentifikasi individu secara langsung, melainkan pola-pola perilaku yang mencurigakan."
Chantal, dengan tatapan tajam, menyusul. "Balai, Anda menyebutkan bahwa simulasi realitas virtual Anda dapat membantu dalam pendidikan. Namun, bagaimana Anda memastikan bahwa teknologi ini tidak disalahgunakan?"
Balai menarik napas dalam sebelum menjawab. "Saya membangun sistem keamanan yang ketat untuk memastikan bahwa konten yang disajikan selalu dalam konteks pendidikan dan etika yang benar."
Purwa menghadapi pertanyaan terakhir. "Purwa, bagaimana Anda menilai dampak sosial dari platform Anda dalam konteks feminisme di Indonesia?"