Kretcha, Balai, Purwa, Olea, Roger, dan Dony berkumpul di markas rahasia Olea yang terletak di Bogor. Dari luar, rumah itu tampak sederhana dan tidak mencolok, namun begitu masuk ke dalam, mereka turun ke ruang bawah tanah yang penuh dengan teknologi canggih. Kretcha sangat kagum melihat tempat ini untuk pertama kalinya.
Ruang bawah tanah itu luas, dengan dinding-dinding yang dipenuhi layar monitor besar menampilkan berbagai data dan informasi. Di satu sudut, terdapat deretan komputer dengan spesifikasi tinggi, dilengkapi dengan perangkat keras untuk peretasan. Di sudut lainnya, ada meja besar yang di atasnya terletak berbagai alat elektronik dan gadget canggih. Lampu-lampu LED biru memancarkan cahaya lembut yang memberi kesan futuristik pada ruangan tersebut.
"Wow, ini seperti markas rahasia di film-film," kata Kretcha dengan takjub. "Dari luar kamu sangat cantik, feminin, berambut pirang, mata biru, tubuh langsing, pasti tidak ada yang menduga kamu hacker."
Olea hanya tersenyum mendengar pujian itu. "Terima kasih, Kretcha. Penampilan seringkali bisa menipu," jawabnya sambil mengedipkan mata.
Di salah satu dinding, ada papan besar ala detektif yang penuh dengan foto, catatan, dan benang merah yang menghubungkan berbagai elemen. Di tengah-tengah papan itu, ada foto Ryo dan beberapa orang lainnya.
"Ini adalah informasi yang berhasil aku kumpulkan tentang organisasi yang kita hadapi," kata Olea sambil menunjuk ke papan. "Organisasi ini sangat lihai, mereka bergerak seperti hantu. Bahkan polisi pun tahu tentang keberadaan mereka, tapi tidak bisa membuktikan apa-apa."
Roger, yang berdiri di samping Olea, menambahkan, "Memang ada kesalahan dosis obat dan kesalahan dalam kemoterapi Ryo. Tapi itu tidak terdeteksi karena laporannya dimanipulasi."
Purwa, yang tampak masih berusaha mencerna semua informasi ini, bertanya, "Tapi kenapa Ryo menjadi target?"
Olea menjawab, "Mungkin karena Ryo adalah aktivis yang banyak bicara soal industri budaya dan media massa yang menciptakan kesadaran palsu. Teori-teori kritis khususnya Adorno yang selalu digaungkan Ryo dianggap sebagai ancaman oleh beberapa pihak."
Kretcha merenung sejenak, kemudian bertanya, "Jadi, kamu pikir pemimpin organisasi ini adalah pemilik media besar?"
"Ya," jawab Olea. "Ada indikasi kuat bahwa mereka yang berada di belakang organisasi ini adalah orang-orang yang memiliki kekuasaan besar di media. Mereka melihat pemikiran-pemikiran seperti yang dianut Ryo sebagai ancaman yang bisa mengganggu dominasi mereka."
Balai mengangguk pelan, mencoba memahami situasinya. "Jadi, kita perlu membuktikan bahwa kematian Ryo adalah pembunuhan. Tapi bagaimana kita bisa melakukan itu jika semua bukti dimanipulasi?"
Olea menatap mereka dengan serius. "Kita memang harus membuktikan bahwa kasus kematian Ryo adalah pembunuhan, tapi ada hal yang lebih mendesak."
Semua mata tertuju pada Olea, menunggu penjelasan lebih lanjut.
"Kemarin malam, aku berhasil meretas percakapan telepon antara anggota organisasi itu. Mereka telah merencanakan pembunuhan selanjutnya. Ada beberapa orang yang menjadi target mereka, dan salah satunya adalah alumni Sorbonne juga bernama Adonis."
Mendengar nama itu, Kretcha langsung kaget bukan main. "Adonis Reguera?" tanyanya memastikan.
Olea mengangguk. "Ya, kamu kenal?"