Pagi itu di markas Olea, suasana tampak tegang. Kretcha, Balai, Adonis, Dony, Olea, dan Roger duduk mengelilingi meja, mencoba menyusun rencana untuk menyerahkan bukti yang mereka miliki ke pihak berwenang. Mereka tahu bahwa setiap langkah yang diambil harus dilakukan dengan sangat hati-hati. Mereka semua berada dalam bahaya besar, terutama setelah apa yang terjadi di gudang malam sebelumnya.
Namun, Purwa masih merasakan kecurigaan yang mendalam terhadap Roger. Sinyal aneh yang dilihatnya di gudang membuatnya terus memikirkan kemungkinan bahwa Roger tidak sepenuhnya bisa dipercaya. Setelah beberapa saat mempertimbangkan, dia memutuskan untuk berbicara secara pribadi dengan Kretcha.
“Kretcha, aku perlu bicara denganmu,” bisik Purwa sambil menarik Kretcha ke sudut ruangan, jauh dari telinga yang lain.
Kretcha mengangguk, mengikuti Purwa. “Ada apa, Purwa? Kamu kelihatan sangat khawatir,” tanyanya, wajahnya tampak penuh perhatian.
Purwa menatap Kretcha dengan serius, mencoba menenangkan hatinya sebelum berbicara. “Aku curiga ada sesuatu yang tidak beres dengan Roger. Kemarin malam di gudang, aku melihat dia memberikan sinyal ke salah satu anggota organisasi. Aku takut dia mungkin terlibat dengan mereka.”
Kretcha menatap Purwa, hatinya penuh dengan kekhawatiran dan keraguan. “Ini tuduhan yang serius, Purwa. Tapi kita tidak bisa menuduh tanpa bukti yang jelas. Kita perlu mencari tahu lebih lanjut sebelum kita membuat keputusan,” jawab Kretcha, mencoba tetap rasional meskipun hatinya mulai merasakan beban kecurigaan yang sama.
Mereka sepakat untuk memeriksa ponsel Roger tanpa sepengetahuannya, dengan harapan menemukan sesuatu yang bisa mengkonfirmasi kecurigaan Purwa. Saat Roger sedang mandi, Purwa dan Kretcha dengan hati-hati mengambil ponselnya dan mulai mencari pesan-pesan yang mencurigakan. Dengan jantung berdebar, mereka menemukan serangkaian pesan yang menunjukkan komunikasi Roger dengan anggota organisasi, termasuk instruksi untuk memanipulasi obat-obatan yang mengakibatkan kematian Ryo.
Kretcha merasakan kemarahan menggelegak dalam dirinya saat membaca pesan-pesan itu. “Ini cukup untuk menjatuhkannya, Purwa. Kita harus menghadapinya sekarang, sebelum dia menyadari apa yang kita temukan,” kata Kretcha, suaranya penuh ketegasan.
Malam harinya, suasana di ruang tengah markas berubah menjadi sangat tegang. Kretcha, Balai, Purwa, Adonis, Dony, Olea, dan Roger berkumpul, namun kali ini Roger yang menjadi pusat perhatian, tanpa dia sadari. Semua mata tertuju padanya, namun Roger, yang belum mengetahui apa yang terjadi, tetap tenang.
“Kita perlu bicara, Roger,” kata Kretcha, suaranya tegas, memecah keheningan yang menekan.
Roger mengerutkan kening, merasa ada sesuatu yang tidak beres. “Apa maksudmu, Kretcha?” tanyanya, sedikit bingung.