30-09-1965

Rizki Ramadhana
Chapter #11

Membiasakan Diri di Tahun 1965

Sepanjang hari telah kuhabiskan di kamar hotel. Ternyata aku masih harus membiasakan diri dengan panasnya Jakarta di tahun 1965. Walaupun sebenarnya tidak ada bedanya dengan Jakarta di tahun 2019 atau bahkan Semarang, entah kenapa rasanya Jakarta di masa ini berbeda.

Matahari telah tenggelam. Aku pun pergi ke luar. Kudapati area sekitar hotel yang telah memulai kehidupan malamnya. Hotel Indonesia dan area sekitarnya adalah area belanja yang mewah. Hanya Jenderal dan politisi yang mampu membelanjakan uangnya di sini.

Aku termenung memandangi sekitarku. Terlihat jelas bahwa Jakarta telah bangkrut. Itu kudapati dari perjalananku siang kemarin. Banyak sekali bangunan yang tidak selesai pembangunannya. Entah hanya setengah atau bahkan baru peletakan pondasi, lalu dihentikan. Jakarta seperti kota yang baru selesai dari perang.

Tapi daerah di sekitar Hotel Indonesia masih demikian hidup. Sejumlah limusin berkeliaran di sekitar bundaran hotel sebelum masuk dan sejumlah pelayan membuka masing-masing pintunya. Lekuk Jakarta kurasakan saat malam mulai menyelimuti kota seperti ini. Bangunan kedutaan Inggris yang rusak sehabis dijarah terlihat terlantar.

Cahaya lampu kota yang lemah tidak mampu menerangi jalan. Sementara Hotel Indonesia begitu terang benderang karena memiliki sumber listriknya sendiri.

Yang kutahu Presiden Soekarno memang membangun hotel ini untuk gengsi bangsa. Bahan makanannya langsung didatangkan dari San Francisco dan Sydney. Karena itu tarifnya pun selangit.

Para wartawan yang datang dan ingin menghemat biaya mencoba untuk menginap di hotel-hotel peninggalan kolonial yang terletak di Kota Lama. Namun hotel-hotel tersebut tidak menyediakan pendingin udara, yang mutlak sangat dibutuhkan di kota ini.

Aku meneruskan jalan kakiku menyusuri kota. Kulewati area bernama “Lapangan Persahabatan”. Di antara hotel dan area ini terdapat sebuah lapangan batu yang ditandai dengan tulisan “Parkir Mobil”, konon biasanya tempat tersebut dijadikan parkir mobil para wisatawan. Namun dalam keadaan konfrontasi seperti sekarang ini, jarang ada wisatawan asing yang datang. Hanya para wartawan yang berani datang kemari.

Bahkan aktivitas jalan kaki yang kulakukan sekarang pun hanya dapat dilakukan oleh para pemberani. Situasi Jakarta yang tak menentu membuat tidak semua orang berani berjalan kaki di malam hari sepertiku.

Di daerah Parkir Mobil terdapat sejumlah gelandangan yang sepertinya menjadikan tempat tersebut sebagai rumah tinggal mereka. Sejumlah taksi liar parkir di sekitarnya, juga sejumlah becak-becak berterpal hitam dan sisi-sisinya dihiasi gambar-gambar wayang.

Para tukang becak di sana seperti mengenakan seragam berupa kaus singlet dan celana pendek lusuh. Mereka tidak mempedulikan diriku, kutebak pasti karena tampang pribumiku.

Lain halnya jika aku berwajah “bule”, mungkin mereka akan segera berlomba-lomba menghampiriku.

Tidak terasa telah kutinggalkan area hotel yang cukup terang-benderang. Kini kumasuki jalanan raya yang baru dibangun oleh Presiden Soekarno. Jalanan ini belum selesai, trotoarnya sempit dan di sampingnya dibatasi dengan pagar-pagar bambu. Orang-orang Jakarta berjalan hilir-mudik di atasnya seolah tanpa tujuan.

Aku bergerak ke Selatan, ke kawasan Senayan. Keringat telah membanjiri tubuhku. Ternyata Jakarta memang selalu panas , walaupun di malam hari, bahkan sejak zaman ini.

Jalan raya yang dibanggakan kota ini ternyata retak dan berlubang. Di atasnya berseliweran jip-jip tanpa atap, becak, dan sepeda. Warung-warung makan milik rakyat miskin menjejeri sisi-sisinya. Sementara spanduk-spanduk propaganda terlihat hampir di sepanjang jalan.

“UN GO TO HELL”

“GANJANG MALAYSIA”

“HIDUP BUNG KARNO BAPAK REVOLUSI”

“BOIKOT FILM-FILM AS”

“HANCURKAN INGGRIS DAN IMPERIALIS AS”

Itu adalah sebagian dari bunyi spanduk-spanduk yang kulihat.

Tempat sekitar Monumen Nasional masih dipenuhi rumput ilalang. Di masa ini, biasanya pada sore hari anak-anak bermain berlari-larian di sekitar tempat Monumen Nasional tersebut. Mereka semua bertelanjang kaki.

Lihat selengkapnya