Hari itu, aku memulai pengamatanku terhadap Letnan Kolonel Untung. Aku menyamar sebagai warga biasa dan berbaur dengan keramaian di sekitar rumahnya. Setiap gerakannya, setiap pertemuan yang dihadirinya, semuanya kucatat dengan teliti.
Ketika Untung keluar dari rumahnya, aku mengikutinya dengan hati-hati. Jalanan Jakarta pada tahun 1965 penuh dengan aktivitas, dan aku harus memastikan bahwa aku tidak mencolok. Untung menuju markas militer tempat dia biasa bekerja. Aku berdiri di seberang jalan, mengamati dengan seksama.
Selama beberapa hari berikutnya, aku mengamati rutinitas Untung. Dia bertemu dengan beberapa orang penting, mengadakan pertemuan yang tampaknya sangat rahasia. Aku mencatat setiap pertemuan dan mencoba mengenali wajah-wajah yang terlibat.
Suatu hari, ketika Untung sedang berada di sebuah kafe, aku duduk di meja terdekat, mendengarkan percakapan yang bisa kudengar. Mereka berbicara dengan bahasa yang sangat formal, membahas isu-isu politik dan militer. Percakapan ini memberiku gambaran bahwa Untung tidak bertindak sendiri.
“Ini lebih besar dari yang kukira,” pikirku. “Untung tampaknya memiliki dukungan dari beberapa pihak penting.”
Malam itu, aku pulang ke tempat persembunyianku dan mencatat semua yang telah kuamati. Aku harus memastikan bahwa setiap informasi yang kukumpulkan bisa dianalisis dengan baik.
Hari berikutnya, Untung terlihat lebih gelisah dari biasanya. Dia bertemu dengan seorang pria yang tampaknya sangat penting di sebuah taman. Aku bersembunyi di balik pohon besar, mencoba mendengarkan percakapan mereka.
“Semua harus berjalan sesuai rencana. Kita tidak boleh gagal,” kata pria itu dengan suara tegas.
Untung mengangguk. “Saya mengerti. Semua sudah dipersiapkan dengan matang. Tidak ada yang akan mencurigai kita,” jawabnya.
Percakapan itu membuatku semakin yakin bahwa rencana kudeta ini melibatkan lebih banyak orang dan lebih terorganisir daripada yang kukira. Aku harus terus mengamati dan mencari tahu siapa saja yang terlibat.
Beberapa hari kemudian, aku mengikuti Untung ke sebuah rumah besar di pinggiran kota. Rumah itu tampak sepi, tetapi dari dalam terdengar suara-suara pertemuan yang serius. Aku bersembunyi di balik pagar dan mencoba melihat apa yang terjadi.