30-09-1965

Rizki Ramadhana
Chapter #24

Dunia yang Berubah

“Siapa kau?” tanya sebuah suara.

Perlahan kusadari itu adalah suara orang yang menodongkan senapan ke wajahku.

“Saya...saya dari daerah sini.” Jawabku.

“Bohong! Tidak mungkin! Katakan yang sebenarnya!” bentaknya sambil bergerak untuk semakin mendekatkan moncong senapannya ke wajahku.

“Maaf, bisakah kau singkirkan itu dulu?” kataku.

Ia bergeming.

“Saya tidak bersenjata. Periksalah kalau mau.” Lanjutku.

Lama terdiam, perlahan akhirnya ia menurunkan senjatanya tanpa menggeledahku.

“Sekarang katakan, siapa kau?” katanya.

Otakku berputar memikirkan apa yang harus kukatakan padanya. Tapi saat ini aku tidak ingin pusing-pusing. Kupikir tidak ada gunanya juga menyembunyikan apa pun. Yang kuharapkan adalah dia juga mau menceritakan apa yang sedang terjadi.

“Baiklah Tuan, begini...” kataku memulai cerita.



Mukhlis nama orang yang tadi menodongkan senjatanya kepadaku. Sikapnya kini sudah sedikit melunak setelah kuceritakan tentang asal-usulku.

“Sebenarnya aku masih kurang bisa mempercayai ceritamu.” Katanya. “Mesin waktu? Penjelajahan waktu? Lalu entah apa lagi tadi.” Lanjutnya.

Kami masih terdiam.

“Tapi memang tidak ada penjelasan lain yang masuk akal, kecuali ceritamu tadi. Itu cukup menjelaskan caramu berpakaian dan keadaanmu yang begitu bersih. Sepertinya tidak ada jalan bagiku selain mempercayaimu datang dari tahun 1965.” Lanjut Mukhlis.

Aku mengangguk-angguk tersenyum.

Memang agak kuubah sedikit tentang apa yang kuceritakan. Kukatakan padanya bahwa aku berasal dari tahun 1965 dan menaiki mesin waktu kemari. Aku tidak ingin dia tahu bahwa mungkin akulah yang menyebabkan dunia ini jadi seperti yang sekarang kulihat.

“Ayo, ikut aku.” Ajaknya.

Ia beranjak pergi tanpa menunggu persetujuanku untuk mengikutinya. Langkahnya besar-besar dan kakinya seperti sudah memiliki mata dalam menginjak puing-puing. Walaupun belum selancar dirinya, aku pun jadi termudahkan karena tinggal mengikuti bekas-bekas puing yang telah diinjak Mukhlis.

Tidak terlalu jauh jarak yang kami tempuh sebelum mencapai sebuah bangunan. Tentu saja bangunan ini seperti bangunan lain yang sudah tidak berwujud, tapi setidaknya yang ini tampak sedikit lebih “layak”. Di sekitarnya pun terdapat daerah yang tidak lagi tertutup puing.

Lihat selengkapnya