Jakarta, 1 Oktober 1965
"Laporan ini tidak bisa dianggap enteng, Pak," ujar Letnan Kolonel Untung sambil menyerahkan berkas-berkas kepada Presiden Soekarno.
Soekarno membaca dengan seksama laporan yang disodorkan Untung. "Bagaimana bisa terjadi? Apa ini benar?" tanyanya dengan nada penuh kekhawatiran.
Untung mengangguk. "Ya, Pak. Ini adalah hasil investigasi awal dari beberapa sumber terpercaya. Ada indikasi kuat bahwa beberapa perwira tinggi Angkatan Darat terlibat dalam rencana kudeta."
Soekarno menghela napas berat. Matanya menyapu ruangan, mencari jawaban dalam keremangan cahaya lampu. "Aidit, apa pendapatmu tentang ini?"
DN Aidit, Ketua Partai Komunis Indonesia, berdiri dengan tenang. "Kami sudah lama mencurigai adanya infiltrasi di tubuh Angkatan Darat, Pak. Jika benar adanya, kita harus bertindak cepat dan tegas."
Suasana di ruangan itu tegang. Soekarno, dengan karisma dan keteguhannya, merasa terancam oleh bayangan kudeta yang semakin nyata. "Kita tidak bisa membiarkan hal ini berlanjut. Siapa saja perwira tinggi yang terlibat?" tanya Soekarno.
Untung merinci nama-nama yang ada dalam laporan tersebut. "Panglima Kostrad, Jenderal Nasution, dan beberapa perwira lainnya, Pak."
Soekarno terdiam sejenak, merenungkan langkah selanjutnya. "Kita harus segera bertindak. Saya tidak ingin ada kudeta di negeri ini. Berhentikan mereka segera!"
Malam itu, keputusan besar diambil. Soekarno memerintahkan agar penyelidikan lebih lanjut dilakukan dan para perwira tinggi yang dicurigai segera diberhentikan dari jabatannya. Keputusan ini tidak hanya menggemparkan kalangan militer, tetapi juga masyarakat luas yang mendengar berita tersebut keesokan harinya.
Pagi-pagi sekali, Jakarta diliputi ketegangan. Radio dan surat kabar memberitakan tentang pemberhentian mendadak beberapa perwira tinggi. "Berita ini benar-benar mengagetkan," kata seorang warga kepada temannya di pasar. "Bagaimana bisa Panglima Kostrad diberhentikan begitu saja?"