"Mampus gue" rutuk Bellva melihat jarum jam yang melingkar ditangannya. Pagi ini ia ada janji bertemu dengan dosen pembimbingnya.
Aerilyn Bellva Cintakirana. Gadis yang kerap disapa Bellva, mahasiswa Fakultas Ekonomi semester akhir. Gadis yang memiliki paras cantik ini lagi melakukan penilitian untuk tugas akhirnya.
"Maaf pak saya terlambat. Jalanan macet" jelas Bellva begitu ia menemukan sang dosen.
Sang dosen hanya mengangguk paham. "Duduklah" titah sang dosen.
Bellva duduk dihadapan sang dosen. Hari ini ia bimbingan di kantin yang berada di kampusnya. Tentu saja itu tempat yang ditentukan oleh dosennya. Katanya pria paruh baya itu ada kelas mengajar pagi ini, jadi memilih kantin agar tidak memakan waktu.
"Ini pak paper saya sudah direvisi"
Pak Hamidin mengambil alih paper yang diserahkan Bellva dan segera memeriksanya.
"Ini masih banyak yang salah," sambil terus memeriksa paper Bellva. Mendengar itu ia sontak menunduk dalam. Sebenarnya ia sudah tau kalau revisian yang ia kerjakan belum benar-benar selesai. Hanya saja karna deadline yang sudah diberi jadi ia terpaksa memberi hasil revisiannya yang belum sempurna.
"Kamu lagi ada masalah?" tebak Pak Hamidin. Bellva mendongak bingung mendengar pertanyaan yang dilontarkan.
"Kelihatan dari raut wajah kamu dan lingkar hitam dimata kamu." sambung Pak Hamidin. "Saya rasa itu bukan karna kamu memikirkan tugas akhirmu tapi karna hal yang lain. Saya benar?".
Bellva mengangguk perlahan membenarkan pertanyaan sang dosen.
"Kamu tahu bukan kalau deadline pendaftaran sidang tinggal 2 bulan lagi?"
"Saya tahu pak".
"Sepertinya kamu butuh waktu buat menjernihkan pikiranmu." Bellva mengernyit bingung mendengarnya, "Maksud bapak?"