32 DETIK

IGN Indra
Chapter #8

BAB 04: INJIL PARA NETIZEN

Ada sebuah injil baru yang beredar di kampus. Injil ini tidak ditulis di atas perkamen suci, tapi di dinding toilet umum yang pesing, di kolom komentar yang kejam, dan dalam keheningan tebal yang kini menggantung di antara dua orang yang tadinya sahabat. Injil ini merupakan kitab suci para penebak, dan Tuhannya yang baru adalah aku.

Aku mempelajari doktrin-doktrinnya setiap hari. Berjalan di koridor Fakultas Ilmu Sosial dan Politik kini terasa seperti berpartisipasi dalam diorama sureal. Aku bukan lagi seorang mahasiswi; aku menjadi spesimen. Semua orang sebagai penonton yang telah membeli tiket, dan mereka datang untuk melihat pertunjukan kehancuranku. Tatapan mereka membentuk kekerasan yang paling sempurna; tidak meninggalkan memar, tapi menyebabkan pendarahan internal.

Teman satu kos, Maya, adalah salah satu penganut pertama yang paling taat. Kekejamannya lebih subtil, terbungkus kesalehan hipokrit. Dia mulai meninggalkan pamflet-pamflet kajian rohani di bawah pintu kamarku: “Jalan Kembali Menuju Cahaya,” atau “Menjaga Mahkota Kesucianmu.” Saat aku ada di kos, dia akan memutar lagu-lagu rohani dengan volume yang sedikit lebih keras dari biasanya—lantunan tentang pengampunan dosa yang terasa seperti tuduhan.

“Aku bukan cermin untuk kamu pecahkan agar bisa merasa dirimu lebih suci,” aku ingin berteriak ke wajahnya. Tapi suaraku terasa seperti aset yang telah disita.

Malam itu, di dalam kesendirian kamarku yang menyesakkan, aku membuka laptop. Aku membuat sebuah dokumen baru yang kosong. Aku harus mengeluarkannya. Semuanya.

Jari-jariku menghantam keyboard dengan gemetar.

Kenapa mereka lihat aku kayak gitu?

Kenapa Alya lari? Kamu lihat aku, Al. Aku tahu kamu lihat aku. Kenapa kamu lari?

MURAHAN.

Ditulis di dinding. DINDING TOILET. Siapa yang nulis itu? Siapa mereka? Tangan siapa yang ngetik komen-komen itu? Apa mereka ketawa saat melakukannya?

Daka di mana kamu? Katanya mau selesaiin? Ini nggak selesai. Ini baru mulai.

Lihat selengkapnya