Pagi datang tanpa permisi, seperti biasa. Tapi pagi ini, cahaya matahari yang menerobos masuk lewat celah gorden terasa seperti lampu sorot di ruang interogasi. Di atas meja nakas, benda kecil dari plastik itu tergeletak, artefak dari malam sebelumnya. Dua garis merahnya begitu tegas, menjadi kesimpulan akhir, seolah mengejekku dalam keheningan. Aku hamil. Fakta biologis yang terasa seperti fiksi ilmiah yang ditulis dengan buruk.
Tumpukan buku untuk mata kuliah Teori Kritis yang belum kubuka sama sekali menatapku dari sudut ruangan, seharusnya menjadi monumen untuk masa depan akademis yang kini terasa sama mustahilnya dengan perjalanan ke Mars.
Aku tidak bisa memikirkannya. Jika aku membiarkan otakku memproses realitas dari dua garis merah itu, aku akan hancur menjadi serpihan-serpihan yang takkan bisa lagi disatukan. Jadi, otakku melakukan apa yang selalu dilakukannya saat terancam: ia melakukan triase. Ia mengabaikan luka internal yang menganga dan beralih ke masalah lain yang bisa dianalisis. Masalah yang punya anatomi. Masalah yang punya pelaku.
Aku membuka laptopku, membuka file Studi Kasus: Anatomi Kematian Sosial K.A. Aku menatap kursor yang berkedip di halaman kosong, detak jantung digital yang sabar. Selama ini aku hanya mengumpulkan data tentang dampak sosialnya. Sekarang, saatnya melakukan otopsi pada kejahatannya itu sendiri.
Aku mulai mengetik, menyusun laporan forensikku sendiri.
LAPORAN INVESTIGASI AWAL
KASUS: Penyebaran Konten Intim Non-Konsensual (NCII).
KORBAN: Subjek K.A.
WAKTU KEJADIAN: Diperkirakan 40 hari yang lalu.
ANALISIS BUKTI:
* Objek Bukti A (Digital): Sebuah video berdurasi 32 detik. Kualitas rendah, mengindikasikan rekaman sekunder (rekaman dari layar), bukan transfer file asli. Modus Operandi: Pelaku tidak memiliki akses penuh atau waktu yang cukup. Tindakan dilakukan secara diam-diam dan terburu-buru.