32 DETIK

IGN Indra
Chapter #16

BAB 12: CINTA DAN KELUMPUHAN

Ada kehidupan sebelum artikel itu, dan ada kehidupan sesudahnya. Sebelumnya, aku adalah hantu; aku berjalan di koridor kampus dan orang-orang secara aktif berusaha untuk tidak melihatku. Sesudahnya, aku adalah monumen; aku berjalan di koridor yang sama, dan orang-orang menatapku dengan campuran rasa ngeri, kagum, dan kasihan. Menjadi monumen, ternyata, sama saja dehumanisasinya dengan menjadi hantu. Kau tetaplah objek, bukan manusia.

Suatu siang, saat aku berjalan menuju perpustakaan—upaya sia-sia untuk mengejar deadline tugas Teori Komunikasi yang kini terasa seperti relik dari peradaban lain—seorang mahasiswi baru dari fakultasku menghentikanku.

“Kak Kirana, kan?” tanyanya, matanya berbinar dengan ketulusan yang belum ternoda sinisme. “Aku baca tulisan Kakak. Keren banget. Makasih ya, Kak.”

Aku hanya bisa tersenyum tipis dan mengangguk. Dukungan terasa hangat, tapi juga aneh. Rasanya seperti dipuji karena berhasil selamat dari kecelakaan mobil. Kau menghargai empatinya, tapi di dalam hati kau benci karena harus mengalami kecelakaan itu lebih dulu untuk mendapatkannya.

Di sanalah, di antara rak-rak buku yang menjulang seperti gedung pencakar langit yang sunyi—tempat yang sama di mana kami dulu membangun kedaulatan kami—aku melihatnya. Daka.

Dia tidak sedang membaca. Dia hanya berdiri di ujung lorong, menungguku, tampak seperti hantu di museumnya sendiri. Dia tidak terlihat seperti Daka yang kukenal—yang tenang dan percaya diri di balik buku-buku tebalnya. Dia juga tidak terlihat seperti Daka yang panik dan lumpuh dari pertemuan terakhir kami. Dia terlihat seperti versi dirinya yang telah melalui proses penuaan yang dipercepat, lelah sampai ke tingkat seluler.

“Ran,” panggilnya saat aku mendekat. “Bisa kita bicara? Lima menit saja.”

Lihat selengkapnya