32 DETIK

IGN Indra
Chapter #20

BAB 16: PENGAKUAN DOSA DI BILIK PENDOSA

Kehidupan dengan Sakti adalah ritme. Ritme napasnya yang lembut, ritme tangisnya yang menuntut, ritme jantungku yang kini berdetak ganda untuk kami berdua. Dunia di luar kamar kosku yang sempit ini terasa jauh, seperti siaran radio dari frekuensi yang tidak lagi kutangkap, kebisingan statis dari planet lain.


Sampai suatu sore, planet lain itu datang dan mengetuk pintuku.


Aku sedang menimang Sakti yang rewel saat ketukan itu terdengar. Ketukan yang ragu-ragu, tapi memiliki berat otoritas. Aku membuka pintu, dan jantungku seolah berhenti sejenak. Di depanku berdiri Bu Erna. Ibunda Daka dan Reksa. Arsitek dari sebagian besar rasa maluku.


Dia tampak seperti sebuah anomali di depan pintu kamarku yang catnya mengelupas. Pakaiannya yang rapi dan jilbabnya yang disetrika licin adalah artefak dari dunia lain, dunia di mana citra adalah segalanya. Dia hanya berdiri di sana, matanya tidak menatapku, tapi tertuju pada buntalan di dalam dekapanku.


“Boleh saya masuk?” tanyanya. Suaranya tidak lagi sedingin es atau setajam silet seperti yang kuingat. Suaranya terdengar… rapuh. Seperti kertas tua.


Aku minggir, membiarkannya masuk. Aku melakukannya bukan karena sopan santun, tapi karena rasa ingin tahu seorang jurnalis yang dingin. Secara refleks, aku memeluk Sakti sedikit lebih erat, menjadi perisai hidup untuk melindungi kami dari aura perempuan ini.


Dia masuk dan berdiri canggung di tengah ruangan, matanya memindai sekeliling. Tumpukan popok bersih, tumpukan buku Teori Kritis-ku yang belum tersentuh, ranjang yang berantakan. Ini adalah potret kehidupanku yang baru: ekosistem dari kekacauan yang fungsional.


“Daka bilang anaknya laki-laki,” katanya pelan, lebih pada dirinya sendiri.

Lihat selengkapnya