32 HAL TENTANG KAMU

IGN Indra
Chapter #18

DUNIA YANG RUNTUH

Pagi itu seharusnya menjadi pagi yang baik.


Aku sudah menyiapkan "Alasan ke-19" di sakuku. Tulisan singkat tentang cara Kayla tanpa sadar menggoyangkan kakinya saat sedang bosan di kelas. Detail tidak penting yang entah kenapa membuatku tersenyum saat menuliskannya. Aku merasa seperti seorang kolektor prangko langka. Setiap hari aku menemukan satu prangko baru, dan koleksiku—amplop putih keramat itu—semakin berharga.


Aku berjalan ke sekolah dengan teori baru di kepalaku. Teori tentang "Efek Farel". Aku merasa surat-suratku punya dampak. Aku merasa Kayla sedikit berubah. Dia tidak lagi sekaku dulu. Kemarin, saat pelajaran olahraga, bola voli nyasar ke arahnya, dan dia berhasil menepisnya sambil tertawa kecil. Tertawa. Di depan umum. Itu menjadi keajaiban alam. Aku yakin, itu pasti karena efek samping dari membaca tulisanku. Mungkin tulisanku mengandung vitamin kebahagiaan.


Aku meletakkan suratku di lacinya dengan penuh percaya diri. Misiku berjalan lancar. Aku adalah agen rahasia paling sukses di dunia.


Kebodohan. Itulah kata yang tepat untuk menggambarkan diriku saat itu.


Keanehan mulai terasa saat jam istirahat pertama. Desas-desus yang kemarin hanya seperti asap, hari ini sudah menjadi api kecil yang menjalar dari sudut ke sudut sekolah. Aku bisa merasakannya. Tatapan orang-orang. Bisikan mereka saat aku lewat.


"Itu Farel, kan?"


"Iya, yang nulis surat buat Kayla..."


"Gila, niat banget..."


Aku mencoba mengabaikannya. Aku mencoba meyakinkan diriku bahwa menjadi terkenal itu memang seperti ini. Ada harga yang harus dibayar. Mungkin setelah ini aku akan diminta tanda tangan.


Tapi tatapan yang mereka berikan pada Kayla berbeda. Bukan tatapan kagum. Melainkan tatapan yang menusuk. Tatapan orang yang sedang menonton sebuah pertunjukan sirkus. Dan Kayla berperan menjadi badutnya.


Aku melihatnya berjalan di koridor. Dia berjalan lebih cepat, kepalanya sedikit menunduk. Dia tidak lagi terlihat seperti ratu yang angkuh. Dia terlihat seperti seseorang yang sedang mencoba kabur dari sesuatu yang tidak terlihat. Dan aku tahu, sesuatu yang tidak terlihat itu tak lain adalah namaku.


Perasaanku mulai tidak enak. Sangat tidak enak. Seperti saat kau tahu akan ada ulangan dadakan, tapi kau tidak belajar sama sekali.


Puncaknya terjadi di kantin. Tempat eksekusi paling publik di sekolah.


Aku duduk bersama Ojan dan yang lain. Suasananya canggung. Ojan lebih banyak diam. Dia tidak berani menatapku. Aku juga tidak bertanya. Aku takut mendengar jawabannya. Aku masih berpegang pada harapan tipis bahwa semua ini hanya salah paham.


Lalu Kayla masuk bersama Siva.


Aku melihatnya. Dan hatiku langsung mencelos. Wajahnya pucat. Tembok pertahanannya yang biasanya setinggi Gunung Everest, hari ini terlihat retak di mana-mana. Dia tampak rapuh. Dia berjalan menuju mejanya, dan aku bisa merasakan puluhan pasang mata di kantin ini mengikutinya.


Dia duduk. Mencoba membuka kotak bekalnya. Tapi aku bisa lihat tangannya sedikit gemetar.


Aku ingin sekali menghampirinya. Aku ingin bertanya ada apa. Tapi aku ini siapa? Di dunianya, aku hanyalah orang iseng, si tumpah es teh, si biang kerok.


Ojan, mungkin merasa canggung, mencoba membuat lelucon. Dia menceritakan tentang bagaimana Pak Tirtayasa kemarin salah memakai kaus kaki, warnanya belang sebelah. Lelucon yang payah. Tapi aku, dalam kepanikanku, ikut tertawa. Tawa yang hampa. Tawa untuk menutupi rasa takutku.


Dan pada saat itulah, pada saat aku sedang tertawa, mata Kayla terangkat dari piringnya. Matanya menyapu seisi kantin yang berisik. Lalu, tatapannya berhenti. Tepat di mejaku.

Lihat selengkapnya