Halaman kosong itu lebih menakutkan dari ulangan Fisika.
Aku serius. Kalau ulangan, setidaknya ada soalnya. Kau hanya perlu mencari jawabannya, meskipun sering kali tidak ketemu. Tapi halaman kosong? Kau harus membuat soal dan jawabannya sendiri. Kau harus menciptakan sebuah dunia dari ketiadaan. Merepotkan.
Aku duduk di depan meja belajarku. Jam di dinding menunjukkan pukul sebelas malam. Di luar, suara jangkrik terdengar lebih ramai dari tepuk tangan penonton di lomba pidato Kayla. Di depanku, selembar kertas HVS putih bersih tergeletak. Di sebelahnya, brosur lomba menulis itu.
Tema: Harapan.
Aku hampir tertawa. Harapan? Aku bahkan tidak punya harapan untuk bisa bangun pagi besok. Bagaimana caranya aku harus menulis ribuan kata tentang hal itu?
Aku menatap kertas kosong itu lagi. Tanganku tidak bergerak. Otakku buntu. Aku merasa seperti seorang pembohong yang diminta untuk menulis tentang kejujuran. Aku merasa seperti seorang pengecut yang ditugaskan untuk bercerita tentang keberanian. Aku tidak pantas.
Aku sudah siap untuk menyerah. Aku sudah siap untuk meremas kertas itu, membuangnya, lalu kembali menjadi hantu di sekolah. Itu lebih mudah.
Tapi kemudian, aku memejamkan mata. Dan aku mendengarnya lagi. Suara Kayla di telepon. Suaranya yang bergetar saat menyebut kata "operasi". Suaranya yang mencoba tegar saat bilang "biar aku saja yang urus".
Lalu aku melihatnya lagi. Wajahnya yang lelah di bawah lampu pasar malam. Punggungnya yang lurus saat berjalan keluar dari kantin setelah dipermalukan.
Aku membuka mataku.
Aku tidak menulis ini untuk diriku sendiri. Aku tidak menulis ini untuk menang lomba atau dapat piala. Aku menulis ini karena ada seseorang di luar sana yang sedang berperang sendirian. Dan aku, si bodoh ini, tidak punya senjata lain untuk membantunya selain kata-kata.
Maka, aku mulai menulis.
Judulnya bukan "Kayla". Aku tidak akan pernah memakai nama aslinya. Itu akan menjadi pelanggaran privasi yang lebih parah dari semua yang pernah kulakukan. Aku memberinya nama baru. Sebuah nama yang terasa pas.
Azara.
Karena dia seperti api. Dari luar mungkin terlihat redup, tertutup abu. Tapi di dalamnya, ada panas yang bisa membakar seluruh dunia jika kau menyentuhnya dengan cara yang salah.