32 HAL TENTANG KAMU

IGN Indra
Chapter #30

SATU ALASAN

Ada kedamaian baru dalam hidupku. Kedamaian yang aneh dan sunyi. Aku sudah tidak lagi merasa seperti penjahat. Aku juga tidak merasa seperti pahlawan. Aku hanya merasa... cukup.

Menjadi donatur anonim itu ternyata menyenangkan. Tidak ada piala, tidak ada tepuk tangan, tidak ada namamu disebut di pengeras suara saat upacara bendera. Hadiahnya jauh lebih sederhana: tidur yang lebih nyenyak di malam hari, dan pemandangan langka berupa senyum di wajah Kayla saat di sekolah. Cukup. Aku tidak butuh lebih.

Aku sudah menerima peranku. Akulah penjaga mercusuar rahasianya. Tugasku hanya memastikan kapalnya tetap berlayar, dari jauh, tanpa pernah kapalnya tahu bahwa aku ada. Aku sudah berdamai dengan takdir itu. Aku pikir, inilah akhir dari ceritaku. Aku akan terus menjadi pengamat, dia akan terus berjuang, dan rahasia ini akan kubawa sampai lulus.

Ternyata, takdir punya selera humor yang buruk. Dan dia belum selesai bermain-main denganku.

Semuanya dimulai dengan Siva.

Aku mulai memperhatikan ada yang aneh dengannya. Siva, yang biasanya hanya peduli pada daftar lagu terbaru atau diskon di mal, tiba-tiba berubah menjadi seperti detektif di film-film. Dia terlihat punya misi. Dan sepertinya, aku adalah bagian dari misinya.

Kejadian pertama terjadi di perpustakaan. Aku sedang di sana, tentu saja bukan untuk membaca, tapi untuk menikmati dinginnya AC. Lalu aku melihatnya. Siva sedang berbicara dengan Bu Marni di dekat meja peminjaman. Mereka tidak terlihat seperti murid dan guru yang sedang mengobrol biasa. Obrolan mereka serius. Dahi Siva berkerut. Bu Marni terlihat menjelaskan sesuatu dengan sabar.

Aku langsung waspada. Sejak kapan Siva, yang alergi pada guru, mengobrol se-intens itu dengan Bu Marni? Mungkin dia mau minta bocoran soal ujian. Atau mungkin dia sedang melaporkan kelakuan anehku yang sering menyendiri. Aku tidak tahu. Tapi perasaanku tidak enak.

Kejadian kedua lebih aneh lagi. Aku sedang berjalan di koridor, dan aku merasa ada yang memperhatikan. Aku menoleh, dan aku menangkap basah Siva sedang menatapku dari kejauhan. Bukan tatapan benci seperti biasanya. Tatapannya berbeda. Penasaran. Menganalisis. Tatapan seseorang yang sedang mencoba menyatukan kepingan puzzle yang rumit. Saat mata kami bertemu, dia langsung buang muka.

Aku bingung. Dulu dia menatapku seolah aku ini penjahat. Sekarang dia menatapku seperti detektif yang sedang menginterogasi penjahat. Aku tidak tahu mana yang lebih membuatku cemas.

Aku mencoba mengabaikannya. Mungkin dia hanya sedang aneh. Mungkin dia sedang latihan untuk ikut audisi drama sekolah.

Tapi kemudian aku melihatnya berbicara dengan Kayla di taman. Mereka duduk di salah satu bangku. Siva berbicara dengan semangat, tangannya bergerak ke sana kemari. Sementara Kayla, dia hanya diam mendengarkan. Wajahnya terlihat bingung. Sesekali dia menggelengkan kepalanya, seolah tidak percaya dengan apa yang dikatakan Siva.

Aku mengamati mereka dari jauh. Aku melihat Siva menunjuk ke arah ruang guru, lalu sepertinya dia menyebut-nyebut soal lomba menulis. Jantungku langsung berdebar.

Sial. Detektif itu sudah terlalu dekat dengan TKP.

Aku mencoba menenangkan diri. Tenang, Farel. Rencanaku sempurna. Tidak ada bukti. Tidak ada yang bisa menghubungkan Farel si biang kerok dengan donatur anonim yang mulia. Mereka adalah dua orang yang berbeda. Dua alam semesta yang berbeda.

Rencanaku sempurna. Aku terus mengulang itu di kepalaku. Hantu tidak bisa ditangkap.

Lihat selengkapnya