32 HAL TENTANG KAMU

IGN Indra
Chapter #33

MENUJU KELULUSAN

Setelah hari di taman itu, duniaku tidak langsung berubah menjadi film komedi romantis. Tidak ada adegan di mana aku dan Kayla tiba-tiba bergandengan tangan sambil berlari di bawah hujan. Tidak ada musik-musik manis yang tiba-tiba terdengar.

Dunia tetap berjalan seperti biasa. Yang berbeda hanya caraku berjalan di dalamnya. Dan caraku melihatnya.

Hubungan kami memasuki fase yang aneh. Aku tidak tahu apa namanya. Bukan pacaran. Jelas bukan. Kami bahkan jarang bicara. Bukan juga musuhan. Kami sudah melewati fase itu. Kami... entahlah. Kami hanya Farel dan Kayla. Dua orang yang berbagi sebuah rahasia besar, dan sekarang sedang bingung bagaimana harus bersikap normal setelahnya.

Hasilnya: canggung. Sangat canggung. Tapi canggung yang hangat. Seperti memakai sweter baru yang sedikit gatal, tapi membuatmu merasa aman.

Dulu, diam di dekatnya itu rasanya seperti menunggu hukuman mati. Sekarang, diam di dekatnya terasa seperti... istirahat. Aneh. Tapi aku tidak protes.

Sekolah memasuki minggu-minggu terakhir. Minggu-minggu yang sibuk dengan ujian akhir, tugas-tugas terakhir, dan gosip tentang siapa akan kuliah di mana. Suasananya tegang sekaligus melankolis. Momen-momen interaksi kami terjadi di sela-sela kesibukan itu. Momen-momen kecil yang tidak akan diperhatikan orang lain, tapi bagiku, terasa seperti sebuah peristiwa besar.

Contohnya, suatu hari di perpustakaan.

Aku di sana, tentu saja bukan karena mendadak cinta pada buku. Aku di sana karena di luar panas, dan di dalam dingin. Alasan yang sangat ilmiah. Aku sedang mencoba menghafal nama-nama raja dari Kerajaan Mataram Kuno, dan kepalaku terasa seperti mau meledak.

Aku melihat Kayla duduk di meja yang agak jauh. Dia sedang serius membaca. Tiba-tiba, dia berdiri dan berjalan ke salah satu rak buku yang paling tinggi. Dia berjinjit, mencoba menggapai buku di rak paling atas. Tapi tangannya tidak sampai. Dia mencoba lagi. Gagal.

Farel yang dulu mungkin akan tertawa, lalu meledeknya. "Makanya, minum susu," mungkin begitu kataku.

Tapi Farel yang sekarang berbeda.

Aku berdiri dari kursiku. Aku berjalan menghampirinya. Dia tidak menyadari kehadiranku. Aku berdiri tepat di belakangnya, mengulurkan tanganku, dan dengan mudah mengambil buku tebal yang ia inginkan.

Dia kaget, lalu menoleh. Wajah kami sangat dekat. Aku bisa mencium aroma sampo dari rambutnya. Aroma yang segar, seperti pagi hari.

Aku tidak mengatakan apa-apa. Aku hanya menyodorkan buku itu padanya.

Dia menatapku sejenak. Matanya tidak lagi tajam. Hanya... bening. Lalu dia mengambil buku itu dari tanganku.

"Makasih," bisiknya pelan.

Lihat selengkapnya