*****
(Minggu, 3 September 2023)
Bagas memandang sekitar, lahan di belakang rumah masih tersisa banyak. Sebagian ditumbuhi ilalang yang rimbun, sebagian hanya berupa lahan kosong yang penuh bebatuan kerikil. Heri bilang lahan ini masih satu sertifikat dengan rumah yang ia huni saat ini. Rumah yang sengaja Kakek Eddie beli untuk ia tempati selama setahun. Tepat di pertengahan batas antara area miliknya dan milik Mbah Karsa dibangun fasilitas MCK untuk bersama, di belakangnya terdapat pagar pembatas. Sawah-sawah warga kelihatan hijau menyegarkan. Rasanya menyenangkan hanya dengan memandanginya, apalagi ketika momen matahari terbit. Seandainya Bagas memegang ponsel, ia pasti sudah mengabadikannya lalu ia kirim ke Lara. Wanita pujaannya itu sangat menyukai hal-hal yang bersifat melankolis dan romantis.
"Hahh, mbak, bagaimana kabarmu?" Lirih Bagas, kedua matanya memandang jauh ke hamparan sawah. Ada beberapa petani yang bekerja, satu orang tertangkap mata Bagas sedang membuat orang-orangan sawah.
Bagas memejamkan kedua mata, benaknya memutar insiden panas di Pool House dimana hari itu akhirnya Bagas mendapatkan cinta Lara. Dari sini hubungan fisik mereka kian intens, salah satunya di hari keberangkatan Bagas ke kampung Hening. Lara mendatanginya di pagi buta di saat semua terlelap, mengetuk pintu kamar lalu dengan beringas Lara menyerangnya.
*****
(Flashback)
"Jangan sampai Kakek tahu kita melakukan ini, Bagas!" Ucap Lara kepayahan di tengah aktifitas mereka.
Lara menyeret kursi kerja milik Bagas, menempatkannya di samping jendela besar yang menghadap ke taman belakang. Ia membuka lebar tirai yang menutupi jendela tersebut, menurunkan boxer yang dikenakan Bagas lalu mendorongnya hingga terduduk di kursi. Lara pun melompat ke pangkuan pria itu setelah melepas gaun tidurnya. Bagas sampai dibuat shock dengan perilaku Lara. Bahkan hampir di sepanjang dua jam, Lara selalu memimpin permainan, ia tidak mengijinkan Bagas untuk memegang kendali.
"Aku bisa membujuk Kakek, mbak. Menjelaskan semuanya," ucap Bagas. Suaranya terdengar berat, matanya terpejam. Lara mengerjainya di bawah sana.
"Sial!" Umpatnya ketika deburan itu menghantamnya. Kepala Bagas mendongak dengan mata melotot nikmat. Kedua tangannya meremas rambut Lara, membenamkan kepalanya di antara dua pahanya.
"Setidaknya selesaikan misi pertama dulu!" Lara menyeka mulut. Ia melihat Bagas masih berusaha mengais pasokan udara untuk paru-parunya. Dada pria itu naik turun. Lara menyanggul rambutnya, kedua matanya masih menatap benda pusaka milik Bagas. Tidak mau kembali terjebak permainan panas, Lara meraih gaun tidurnya kemudian berdiri. Meloloskan gaun tipis itu untuk membungkus tubuh moleknya. Ia sengaja tidak mengenakan pakaian dalam agar tidak ribet, harus melepas dan memakainya kembali. Tujuannya kemari sudah jelas. Ia menginginkan tubuh Bagas.
Bagas memandangi siluet Lara yang membayang di antara lampu temaram ruang kerjanya. Punggung yang mulus dengan pinggul yang ramping dan bagian bawah yang membuat Bagas meneguk ludah. Tidak ada seorang pria pun yang mampu menolak kemolekan yang tersaji di depannya ini. Jemari Bagas melingkupi benda pusakanya, "Mbak, ayo kita lakukan sekali lagi!"
"Tidak!" Lara berbalik, ia berdehem dan memalingkan muka ketika Bagas semakin membuka kedua kakinya lebar. Tangannya mempercepat gerakan.
"Kenakan celanamu, Bagas!" Perintahnya.
"Sekali saja mbak!" Bujuk Bagas.
Bagas berdiri, tangannya yang bebas menarik tubuh Lara ke dalam pelukannya kemudian mengangkat gaun Lara ke atas dan kembali menuntun pusakanya untuk masuk.
Lara terpejam, merintih nikmat, "Bagas, keluarkan! Jam kerja pelayan akan segera dimulai!"
Bagas mengabaikan perintah Lara, ia semakin mendekap erat tubuh Lara, "Sebentar saja, mbak!" Bisiknya tepat di telinga Lara. Ia pun mulai bergerak cepat hingga membuat Lara terpekik. Wanita itu tidak mempunyai daya lagi untuk menolak, karena sejatinya ia juga menginginkan. Tapi kali ini, mereka harus bergerak cepat karena waktu seolah memburu mereka.
Mereka terengah bersama beberapa saat kemudian. "Kau keluar di dalam, Bagas!" Ucap Lara di sela napas terengahnya.
Mereka masih berpelukan. "Aku harus minum pil setelah ini!" Lanjut Lara, ia menyenderkan kepalanya pada bahu Bagas, kakinya sedikit berjinjit.
"Aku kesini untuk memastikan rencana kita!" Lara tidak mendengar Bagas menimpali setiap perkataannya. Pria itu sepertinya masih terlena, kedua tangannya mengelus punggung Lara.