365 Way To Love

Yola widya
Chapter #1

Fuck The World #1

Kata orang hidup mah santuy saja. Iya, kalau yang menjalaninya tidak punya masalah. Nah, kalau yang banyak masalah bagaimana? Belum lagi yang hidupnya pas-pasan, kayak si aku ini. Miana mendengus kesal seraya menarik kasar kabel earphone hingga terlepas dari telinganya. Sebodo amat sama si Rivan, padahal sudah berkali-kali dia peringatkan untuk berhati-hati dalam bergaul.

Sumpah, bukannya mau mengekang. Tetapi, lama kelamaan kesal juga jadi baby sitter. Toh, Rivan sudah dewasa, harusnya paham mana cewek yang benar dan mana yang tidak. Miana kemudian turun dari kendaraan umum yang ditumpanginya dengan kesal. Sepanjang jalan menuju kantor dia tidak henti merutuki kelakuan Rivan. Iya, memang benar salahnya sendiri mau saja pacaran sama cowok yang di cap playboy. Tetapi, Miana sadar benar kalau tidak terlalu mempersalahkan hal itu, kecuali kalau sikap Rivan jadi berubah pada dirinya.

Seperti yang sedang terjadi sekarang ini. Miana dan Rivan sadar benar kalau hubungan mereka sedang di ujung tanduk.

“Pantes aja kamu sering marah-marah, Van. Kepincut senyum pelakor itu, yah?” Miana memelototi Rivan yang terlihat jengah di layar hape.

Tanpa menunggu jawaban Rivan, Miana menutup telepon. Lagi-lagi dengan kasar. Suara pintu besi kantor yang didorong menyadarkan gadis itu dari rasa kesal yang sangat. Lalu, sambil menendangi kerikil di paving block, Miana pun berjalan menuju kantor. Dia memang biasa menunggu teman-teman sekantornya datang di depan klinik yang ada di seberang kantor.

Entah karena terbawa perasaan atau bagaimana. Tetapi, suasana kantor pagi ini terasa mencekam. kayak lagi persiapan syuting horor aja, batin Miana. Si Atha sama si Eva kelihatan sibuk sendiri-sendiri. Tetapi Miana yakin kalau mereka lagi chatingan lewat whatsapp web. Awas kalo ngomongin gue, ancam Miana, dalam hati tentunya.

“Met pagi.”

Si bos masuk kantor dengan langkah tegap. Baru dapet duit kayaknya, batin Miana lagi. Si bos berlalu tanpa menyapa dirinya, padahal meja kerjanya di jajaran paling depan. Miana hanya bisa menghela napas, sudah takdirnya diperlakukan bagai anak bawang di kantor ini. Padahal dia senior dibanding yang lain kalau dilihat dari umur. Tiba-tiba suara telepon dari si bos membuat semua orang tegang.

“Bang Di, dipanggil si Bos, tuh,” ucap Eva sambil mematikan telepon.

Bang Edi langsung meletakkan pensilnya, lalu buru-buru naik ke atas, ke kantor si bos. Miana sudah tidak aneh dengan kebiasaan si bos yang pasti ada saja alasannya untuk menegur para bawahan. Bang Edi tidak lama berada di atas, dia memberi kode pada Miana untuk ke kantor si bos juga. Miana mengeluh dalam hati, entah apa lagi yang akan dicaci pria tambun itu.

Lihat selengkapnya