3663 km Menuju Bulan

Tary Lestari
Chapter #9

Bab 9

Bab 9

Aku berjalan yakin memasuki halaman kantor polisi terdekat untuk membuat pelaporan. Seorang polisi bertubuh sedikit gemuk bernama Yono menerima pelaporanku dengan cepat dan melakukan proses wawancara. Aku mengisi sejumlah data. Tidak banyak pelapor hari ini sehingga aku mendapatkan pelayanan maksimal.

“Kita akan terbitkan surat penyidikan maksimal tujuh hari,” kata Pak Yono kepadaku. “Jika memiliki bukti-bukti bisa disiapkan.”

Tiba-tiba Gara mengeluarkan handphone dan menunjukkan foto-foto luka di tubuh Bulan. Aku terkejut karena tidak mengetahui bahwa Gara memotret itu.

“Sorry Bin, aku diam-diam memotret Bulan,” kataku.

Aku menggeleng. “Aku justru terima kasih.”

Ya, bersama Gara dalam pencarian ini sudah pasti yang terbaik buatku. Dia seorang fotografer handal yang punya insting memotret apa saja yang ditemuinya tanpa berisik. Ini sangat berguna untuk penyidikan Bulan.

“Saya juga mengizinkan jenazah saudara saya di autopsy, Pak,” kataku lagi.

Pak Yono kemudian menanyakan lokasi pemakaman Bulan dan mengetikkan surat yang lain setelah konsultasi dengan pimpinannya.

“Setelah surat penyidikan terbit, nanti penyidik akan meminta surat pemeriksaan untuk autopsy jenazah,” jelas Pak Yono.

“Apa autopsy tidak bisa dilaksanakan secepatnya Pak?”

“Ya, itu sudah pasti,” jawab Pak Yono.

Aku dan Gara saling pandang sejenak. Ini adalah pengalaman keduaku membuat laporan polisi setelah kehilangan Bulan 20 tahun yang lalu. Dulu, aku melakukan pelaporan orang hilang bersama Ibu. Aku masih ingat bagaimana Ibu menangis di kantor polisi meminta agar anaknya segera ditemukan. Tetapi, Bulan tidak juga ditemukan dan kasus itu ditutup. Sejak itu, Ibu membenci polisi karena dianggap tidak bisa bekerja dengan baik untuk menemukan anaknya.

Lihat selengkapnya