3663 km Menuju Bulan

Tary Lestari
Chapter #10

Bab 10

Bab 10


Saat usiaku 10 tahun, aku pernah memimpikan Bulan jatuh ke dalam lubang dan tertimbun tanah hingga perutnya. Aku menjerit-jerit ketakutan dan menarik tangannya. Tetapi Bulan justru tertawa-tawa kesenangan melihat tanah terus menimbunnya seolah kejadian itu tempat bermain baginya. Sungguh mimpi yang aneh sementara Bulan aslinya sangat penakut. Bagaimana bisa dalam kondisi berbahaya dan menakutkan begitu dia tertawa-tawa?

Kali ini, ketika aku melihat pekuburan Bulan kembali dibongkar polisi untuk dilakukan autopsy, aku merasakan mimpi itu kembali datang. Bulan memang tidak tertawa-tawa kesenangan seperti dalam mimpi itu, tetapi aku hampir yakin, ia menyetujui keputusanku. Meski penakut, Bulan bukan tipe orang yang membiarkan pelaku kejahatan dibiarkan lolos. Ia selalu sepakat untuk menghukum siapa saja yang menyakiti orang lain, meski aku tidak bisa memahami kenapa ia terjebak dengan lelaki seperti suaminya itu.

Orang-orang sekeliling perkebunan yang mengenal Bulan berkumpul untuk melihat pembongkaran makam Bulan. Aku sudah mendengar kasak-kusuk mereka tentang Bulan tetapi tidak berkomentar apapun. Semua informasi aku kumpulkan karena aku tidak mengenal lebih baik dibanding orang-orang yang tinggal di dekatnya sini. Bahkan sebagian dari mereka secara langsung mengatakannya kepadaku.

“Pelakunya pasti suaminya…suaminya itu kejam!” kata salah satu dari tetangga.

“Setiap habis suaminya datang, aku melihat esoknya muka Bulan lebam biru,” tambah yang lain.

“Kalau ada anaknya, suaminya nggak berani. Tapi Angkasa ‘kan pergi kerja?”

“Sebelum Bulan ditemukan meninggal, suaminya juga datang…”

Lalu mereka memberitahuku bagaimana sosok suami Bulan. Orangnya kurus jangkung, matanya cekung dan dalam, rambutnya tipis dan pakaiannya lusuh seperti gelandangan. Bulan tidak pernah menceritakan tentang suaminya kepada siapapun, tetapi orang-orang melihat dan berasumsi karena mereka tinggal di sekeliling sini.

“Sepertinya suami Bulan itu pecandu narkoba…”

“Juga suka judi…”

“Nggak kerja dan hanya minta uang ke Bulan…”

“Aku pernah lihat dia di warung remang-remang…”

“Kukira sudah cerai, bukannya suaminya tinggal di luar kota?”

“Bulan… Bulan… laki kayak gitu dikasih hati…”

Aku mendengar semua omongan tetangga dan pekerja perkebunan tentang suami Bulan. Tetapi semua tidak bisa memastikan status Bulan dengan suaminya. Bulan tidak memiliki teman dekat yang bisa mendengar tentang cerita hidupnya. Sehingga perceraian dan kondisi suaminya masih asumsi. Tetapi, dengan dugaan bahwa orang terakhir yang menemui Bulan adalah suaminya dengan bukti-bukti di lokasi kejadian, maka polisi memburu lelaki itu. Sepertinya, lelaki itu sudah melarikan diri keluar Bandung saat mendengar Bulan meninggal.

Perburuan terhadap suami Bulan sudah 24 jam dilakukan dan belum menemukan titik terang di mana lelaki itu berada, sementara Angkasa juga tidak bisa dihubungi karena handphone Bulan lenyap.

Apa yang kau cari Bulan? Kenapa kau menikahi lelaki seperti dia?

Aku benar-benar tidak memahami. Bulan yang kukenal pada masa remaja adalah Bulan yang pendiam, kalem dan menjaga dirinya dengan baik. Tetapi, seringkali kita tidak mengenali keluarga kita sendiri demikian dalam. Baru setelah terjadi sesuatu, kita akan tahu siapa sebenarnya mereka. Begitu juga denganku dan Bulan. Aku merasa tidak mengenali Bulan seutuhnya meskipun kami kembar, apalagi Ibu selalu menciptakan jarak di antara kami.

Lihat selengkapnya