3663 km Menuju Bulan

Tary Lestari
Chapter #14

Bab 14

Bab 14

Ruangan itu berukuran 3 x 3 meter. Berada di bagian paling belakang ruangan apartemen dekat dengan tempat menjemur baju. Temboknya bernoda kuning kecoklatan, berjamur, dan lembab. Air menetes dari rembesan kamar mandi yang tepat ada di atas ruangan itu. Lantainya sudah retak dan ada noda darah mengering di beberapa sisi. Beberapa pekerja pernah mati di sini setelah beberapa hari dikurung tanpa diberi makan dan minum.

Ia yang sudah setengah pingsan, dilempar ke dalam ruangan itu setelah dimaki-maki dengan bahasa yang tak ia pahami. Tubuhnya membentur dinding dan darah segar dari samping kepalanya membasahi tembok. Penjaga menendangnya lagi sebelum meninggalkan ruang pengap itu. Pintu dikunci dari luar dan suara langkah penjaga menjauh dari depan pintu. Ia berbaring meringkuk dengan tubuh membiru dan berdarah.

“Aku mau mati …” bisiknya entah pada siapa. “Aku mau mati…”

Tidak ada jawaban. Ruangan ini begitu senyap.

Sekelilingnya tidak ada apapun. Bahkan kecoak-kecoak yang sering bertandang ke kamar tidak mau singgah ke ruangan ini. Mungkin begitu menakutkan hingga binatang saja enggan datang. Padahal ia berharap binatang-binatang apapun itu berkumpul di sini dan memakannya hidup-hidup. Lebih baik dimakan binatang kerimbang teronggok tak berguna seperti ini. Ia merasakan tubuhnya melayang sejenak, sakit yang luar biasa menembus perutnya. Dalam kondisi setengah sadar ia melihat bayangan papanya berkelebat di depan matanya.

Lelaki kurus tinggi dan berwajah bengis karena alkohol itu memandangnya tajam.

“Pengecut! Cuma begitu kemampuanmu menghadapi mereka?” sindir Papa sambil tersenyum sinis.

Seketika aliran darah yang panas membanjiri tubuhnya, membuat rasa sakit di tubuhnya menjadi energi yang lain. Ia sudah berusaha tidak membenci papanya, tetapi itu dilakukan untuk menghargai mamanya. Kini ledakan kebencian itu memenuhi dadanya.  Tidak ada lagi orang yang membuatnya harus menahan diri untuk membenci. Sejak kecil ia melihat Papa menyiksa Mama. Hingga bertahun-tahun kemudian mama terikat dalam siksaan itu, susah melepaskan diri. Ikatan psikologis antara penyiksa dan korban yang rumit. Mama yang selalu ingin memperbaiki dan mengembalikan Papa seperti semula, sementara Papa yang sudah tersesat dan hanya pulang menemui keluarganya untuk mengambil apa yang dia inginkan dan menyiksa. Ketika usianya remaja, ia sudah menyarankan mamanya berpisah resmi dari papa, tetapi jawabannya selalu sama.

“Kasihan Papamu, Nak. Dia kehilangan arah, dia pasti bisa kembali. Mama akan membawanya kembali…Kami saling mencintai, cinta akan membuat kami menyadari kesalahan-kesalahan dan memperbaikinya,” begitu selalu kata Mama.

Meski kecewa dengan jawaban yang sama berkali-kali, tetapi, ia tidak pernah menentang mamanya. Mungkin orang dewasa lebih tahu cara mengatasi masalah seperti ini. Tetapi, Papanya semakin menjadi-jadi. Hutangnya di mana-mana dan Mama yang harus menanggungnya. Mama kemudian memutuskan pindah dari satu tempat ke tempat lain untuk menghindari Papa, tetapi lelaki itu selalu bisa menemukan Mama. Hubungan mereka sebenarnya bukan lagi suami istri tapi lebih menyerupai pemburu dan mangsanya.

“Jangan membenci papamu, Nak. Bagaimanapun ia papamu…” kata mama lagi.

Bahkan Mama masih membelanya dalam kesulitan yang mencekik. Terbuat dari apa hati wanita ini? Jika seorang suami sudah menjelma menjadi pemburu apalagi yang bisa diharapkan dari manusia seperti itu? Dan sekarang ia menjadi pembunuh. Tidak ada lagi yang ingin ia lakukan selain pembalasan yang menyakitkan. Jika ia tidak mati di sini, ia ingin bicara dengan papanya dengan cara yang dipakai papa selama ini, yaitu kekerasan. Tetapi, ia lebih suka mati di sini dan segera bertemu dengan mamanya.

Ia masih berbaring menatap langit-langit ruangan yang gelap. Tidak ada apa-apa dalam hidupnya sekarang, ia memejamkan mata.

“Tuhan, izinkan aku mati sekarang…” bisiknya lagi.

 

***

 

5 Januari 2010

Kota ini nyaman meski panas…

Yogya, Mama tidak menduga akan tinggal di kota ini…

Kita mulai hidup baru lagi ya Nak, aku yakin semua akan baik-baik saja..

Kamu harus sekolah masuk Taman Kanak-Kanak…dan Mama harus mencari

pekerjaan untuk menghidupi kita berdua…

Lihat selengkapnya