Bab 17
TIGA TAHUN SEBELUMNYA (1)
Mama memberinya nama Angkasa Biru. Mungkin agar ia bisa terbang setinggi angkasa biru untuk mencapai cita-citanya. Ia baru berusia 17 tahun ketika memutuskan keluar dari sekolah menengah atas. Mama tidak sanggup membayar biaya sekolah lagi sehingga ia tidak ingin menjadi beban Mama. Sebenarnya, Mama memaksa untuk tetap sekolah, tetapi ia tidak mau melihat Mama bekerja banting tulang membiayainya sementara Papa juga masih datang untuk meminta uang dan menyiksa Mama.
Ia ingin menghentikan penyiksaan itu, tetapi tidak tahu cara terbaik yang harus dilakukan. Beberapa kali ia sudah bicara dengan Papanya tetapi malah dihadiahi bogem mentah. Ada keinginan untuk membalas bogem itu, tetapi ia masih menjaga perasaan Mama agar tidak terluka lebih dalam. Mama pasti sedih kalau ia memusuhi papanya sendiri, meski ia ingin melakukannya lagi.
Ia ingin membantu meringankan beban Mama. Keluar dari sekolah, ia mencari pekerjaan apa saja yang bisa dikerjakan di sekeliling tempat tinggalnya. Namun tidak ada pilihan bagus untuk anak putus sekolah menengah atas seperti dirinya. Bekerja di minimarket atau mall harus lulus sekolah menengah atas, itupun saingannya sangat banyak. Satu-satunya lowongan adalah bekerja kasar, jadi kuli angkut, kurir antar jemput atau serabutan mengerjakan apa saja asal dibayar. Ia kemudian memilih membantu di perkebunan, mengangkut teh, membersihkan perkebunan dan menyediakan tenaga untuk orang sekitar yang meminta bantuannya. Upahnya sangat kecil tidak sebanding dengan kelelahannya. Jelas, dengan pekerjaannya itu ia tidak bisa membantu kesulitan Mama soal keuangan.
Lalu, seorang pekerja di perkebunan teh, Kang Darpa, mendapat tawaran bekerja di kapal penangkap ikan China melalui temannya. Kang Darpa sudah lama ingin mengadu nasib ke negeri yang jauh untuk memperbaiki ekonomi keluarganya, maka ketika tawaran itu datang tanpa persyaratan yang sulit, ia sangat gembira menyambutnya. Tidak banyak persyaratan yang diminta untuk bekerja di sana, hanya membayar sejumlah uang yang bisa dicicil dengan gaji yang nanti akan diterimanya dan memiliki passport. Pekerjaannya menangkap ikan di laut, hanya itu penjelasan yang diterima oleh Kang Darpa.
“Usia saya masih 18, Kang. Mana mau mereka terima bocah…” katanya, saat mereka duduk di pematang kebun teh sambil istirahat.
Kang Darpa memandangnya sambil tertawa menampakkan giginya yang sudah ompong di usia 40 tahun. Sejak pindah ke sini, ia sudah melihat Kang Darpa kerja serabutan di kebun teh. Mama selalu baik pada Kang Darpa karena orangnya sopan dan penolong. Keluarga Kang Darpa juga selalu membagi makanan dengan Mama meski mereka sama-sama miskin.
“Kamu tidak kelihatan seperti bocah, lagipula memang batas usianya 18 tahun paling muda, jadi kamu bisa daftar…kamu malah kelihatan usia 25 an, Angkasa…” kata Kang Darpa.
Ia tertawa, apa ia sudah setua itu? Bahkan di usia 18 tahun ia seperti usia 25 tahun. Ia ingin memprotes kata-kata Kang Darpa, tetapi memang begitulah kondisinya, ia kelihatan lebih tua dari usianya. Tanggungjawab pada perjalanan hidup Mama yang berat juga membuatnya berpikir lebih dewasa.
“Jadi aku bisa daftar ya, Kang?” tanyanya jadi semangat.
“Bisalah, nanti kita pergi sama-sama. Aku tahu kamu ingin sekali pergi biar dapat uang banyak dan ibumu terbebas dari kemiskinan,” kata Kang Darpa.
Ia mengangguk. Betapa senangnya melihat Mama tidak lagi memikirkan uang untuk makan dari hari ke hari? Kalau semua sudah terpenuhi tinggal memikirkan bagaimana melepaskan Mama dari ikatan papanya yang beracun itu. Kebebasan Mama dan dirinya memang harus ditebus melalui kerja keras, dan hanya ini caranya. Tidak ada cara lain karena ia sudah mencoba cara lain itu dan gagal.
“Ayo kita berangkat saja, Angkasa. Kita sama-sama ingin membahagiakan keluarga. Siapa tahu ada masa depan yang baik untuk anak-anakku dan juga ibumu.”
“Ya, Kang.”
Angkasa meminta izin pada Mama untuk mendaftarkan diri bekerja di kapal. Mama awalnya menolak mentah-mentah, ia tidak ingin anaknya yang masih usia 18 tahun bekerja jauh tanpa pengawasannya. Tetapi Angkasa memaksa, ia ingin berbuat sesuatu untuk mamanya, justru mumpung masih muda. Kalau uangnya terkumpul banyak, ia bisa melanjutkan sekolah lagi nanti dan mengumpulkan biaya untuk kedai Mama.