Bab 19
TIGA TAHUN SEBELUMNYA (3)
“What!?” tanya kru kapal senior itu bersaing dengan suara mesin kapal yang menderu. Kru kapal senior lainnya menoleh menatapnya lalu menggeleng-geleng malas menanggapinya.
“Medicine. My friend sick!” jawabnya singkat.
Mereka berada dalam satu kapal, tetapi menggunakan tiga bahasa. Indonesia, Inggris terbatas dan Mandarin. Orang Indonesia tidak bisa berbahasa Mandarin juga bahasa Inggris sehingga hanya menggunakan bahasa isyarat tubuh. Ia bisa bahasa Inggris sedikit-sedikit sehingga ia sering diminta teman-temannya untuk bicara dengan para kru kapal senior.
“This!” kata kru senior memberikan bungkusan obat padanya.
Setelah mengucapkan terima kasih, ia meninggalkan ruangan kru itu dan kembali ke bawah. Tidak ada tendangan seperti biasanya saat ia meninggalkan dek kapal meskipun ia sedang mengurus hal lain selain pekerjaan. Mungkin karena kru kapal senior masih sibuk mengurus kapal. Begitu tiba di bawah, ia membuka bungkusan obat dan mengecek tanggal kadaluwarsa obat. Ternyata obat-obat yang diberikan kru kapal senior itu sudah kadaluwarsa. Ia berbalik naik ke atas kembali ke ruang kru lagi. Teman-temannya yang masih membereskan barang di dek kapal melihatnya.
“Apalagi Ang?” tanya salah satu dari mereka.
“Obatnya kadaluwarsa!” jawabnya.
Teman-temannya saling memandang lalu mereka bicara sendiri. Ia masih bisa mendengar pembicaraan mereka.
“Bukannya obat yang diberikan memang selalu kadaluwarsa?”
“Ya, aku pernah minum obat itu dan sakitku malah parah.”
“Kalau gitu nggak usah diminum obatnya.”
Ia mendengar pembicaraan itu dan kemarahan menggelegak dalam darahnya. Bagaimana mungkin memberikan obat pada pekerjanya obat kadaluwarsa? Apa memang bekerja di kapal ini sebenarnya mau disiksa?
“What!?” tanya kru senior yang tadi begitu ia muncul di ruangan.
“Medicine expired!” katanya.
Tiba-tiba kru kapal senior itu tertawa terbahak-bahak. Lalu, temannya juga tertawa-tawa sambil membincangkan sesuatu seolah masalah obat itu barang mainan yang lucu dan menghibur. Sepertinya mereka senang berhasil memperdayai pekerjanya menggunakan obat kadaluwarsa dan jika mati karena itupun mereka tak akan peduli. Mereka mengatakan sesuatu dalam bahasa Mandarin dan ia tidak memahaminya.
“New medicine!” pintanya berteriak dengan marah.
Tetapi kru kapal senior di depannya malah mendorongnya untuk pergi dengan memaki-maki. Seorang pekerja yang lain menghampirinya dan menarik tubuhnya menuju dek kapal. Sepertinya pekerja itu khawatir. Ia akan jadi bahan bulan-bulanan mereka.
“Ang, kamu harus menahan diri,” kata teman yang menariknya.
“Aku cuma minta obat dan mereka punya obatnya!” teriaknya kesal. “Kalau Kang Darpa tidak minum obat, dia akan semakin parah sakitnya.”
“Mereka nggak akan memberimu obat, jatah obat kita memang yang kadaluwarsa,” jawab temannya yang lain.
Ia berjalan meninggalkan dek kapal menuju ruang bawah lagi. Selama ini memang ia tidak terlalu peduli ketika teman-temannya sakit karena obat yang ia bawa dari rumah masih bisa diberikan ke teman-temannya. Sehingga ia baru tahu kalau obat-obatan yang diberikan kru kapal senior itu obat kadaluwarsa.
Lalu, bagimana ia harus mengobati Kang Darpa?
“Kang Darpa? Kang?” Ia kembali ke ruangan bawah dan mendekati Kang Darpa yang masih menggigil kedinginan dengan tubuh yang panas.
Tampak perubahan di tubuh Kang Darpa mulai terlihat. Ia melihat kakinya membengkak dan sebagian wajahnya memerah. Ia belum menyerah dan membuka ranselnya lagi mencari obat-obatan yang dibawakan Mama, tetapi tak satupun tersisa. Harusnya dia menyisakan obat untuk dirinya sendiri dan Kang Darpa. Bahkan pereda sakit juga tidak ada. Ia membuka tas Kang Darpa berharap ada obat di sana. Tetapi tidak ada apa-apa selain baju kumal Kang Darpa yang berbau apek. Teman-temannya yang lain tidak ada yang membawa obat-obatan seperti itu saat bepergian, sehingga hanya menggantungkan miliknya selama ini.