3663 km Menuju Bulan

Tary Lestari
Chapter #20

Bab 20

Bab 20


Hidup ini lengkap. Orang-orang baik mengelilingi kita, begitu juga orang jahat yang ingin mencelakakan kita. Terkadang ia berpikir bahwa orang-orang baik akan datang sesuai kebaikan yang pernah ia persembahkan pada orang lain. Tetapi, bisa juga kebaikan Mamanya yang dibalaskan padanya. Ia beruntung bertemu orang-orang baik yang menyayanginya dan melindunginya. Ketika terjebak di kapal China, ia bersama Kang Darpa yang meninggal di lautan dan selalu melindunginya dalam kondisi apapun meski ia tidak sanggup melakukan sebaliknya kepada Kang Darpa. Sekarang ada Kak Wina yang juga selalu melindunginya di apartemen hingga ia hilang entah dibawa kemana oleh penjaga-penjaga itu.

“What are you doing!?” tanya penjaga sambil menoyor kepalanya.

Ia terkejut dan terbangun dari lamunan panjang tentang bekerja di kapal dan orang-orang baik yang ia kenal. Ia kembali ke komputernya dan memeriksa mangsa-mangsanya. Bekerja sebagai penipu di dunia maya sungguh pekerjaan yang memuakkan. Ia harus menghasilkan uang dari menipu orang lain dengan cara pura-pura menjadi wanita kaya raya yang punya perusahaan besar dan para korban diminta investasi dalam bentuk uang kripto. Ia sudah berhasil mendapatkan tiga korban selama enam bulan di apartemen. Teman-temannya lebih banyak lagi sehingga seringkali yang mendapat banyak mangsa menolong yang penghasilannya kecil agar tidak dihajar beramai-ramai.

Dan, di mana Kak Wina sekarang?

Sejak Kak Wina menghilang, ia mempersiapkan pelarian. Tujuan hidupnya memang hanya ini sekarang, menolong teman-teman pekerja Indonesia ini melarikan diri apapun caranya. Video viral yang dibikin Kak Wina belum membuahkan hasil pertolongan apapun, sehingga ia harus merencanakan hal lain untuk menyelamatkan diri. Teman-teman menyetujui usulannya dan pilihan-pilihan yang harus mereka hadapi setelah kegagalan video viral itu.

Pertama, mereka harus menelepon KBRI untuk meminta pertolongan. Namun, jika tidak ada tanggapan dan lama mendapat pertolongan, mereka harus melarikan diri keluar dari apartemen. Untuk apa bertahan di sini? Mereka tidak akan dibayar dan hanya terus menerus membayar denda agar tidak mati lebih cepat. Jika sudah tidak berguna mereka akan dibuang ke Laos untuk diambil organnya. Hidup macam apa yang harus ditunggu dengan pilihan-pilihan buruk itu? Ia memutuskan mati dalam perjuangan, bukan dalam kekalahan.

Ia membagi sebelas orang temannya dalam beberapa tugas. Mencari peta apartemen, mempelajari kunci-kunci apartemen, mempersiapkan topi penutup kepala agar tidak mudah dikenali cctv, membawa sedikit bekal dan menutup cctv dalam apartemen. Mereka juga harus mempertimbangkan bagaimana saat berada di luar apartemen karena di luar masih ada kontak senjata antara pemberontak Myanmar dan militer. Tujuan mereka berlari sampai sungai Moei lalu menyeberang ke wilayah Mae Sot yang sudah menjadi bagian Thailand. Mereka akan lebih aman jika sudah sampai seberang. Sungai itu tidak terlalu lebar sehingga mereka bisa berenang untuk sampai seberang jika memang tidak ada kapal yang bisa membantunya menyeberang.

Atau ada cara terbaik lainnya?

“You have boat?” tanyanya berbisik pada Zeya tempo hari saat ia lewat samping tempat Zeya berjaga-jaga.

Zeya mengangguk dan menjelaskan bahwa ia akan membantu sebisanya. Ia heran kenapa Zeya begitu baik padanya sejak awal masuk apartemen ini. Apakah dia memiliki kemauan lain? Orang-orang lokal memang kesulitan juga masalah ekonomi, apalagi mereka tinggal di daerah konflik. Zeya pernah bercerita bahwa ia terpaksa bekerja di sini, meskipun ia tidak sanggup melihat orang-orang disiksa. Karena itu Zeya lebih sering menghindar jika disuruh menyiksa. Seandainya ia tidak menjadi tulang punggung untuk ibu dan adik-adiknya sejak ayahnya meninggal tertembak, maka Zeya memilih kabur ke negara lain. Tetapi, ia tidak bisa meninggalkan perbatasan itu karena keluarganya tinggal di sana.

Ia dan Zeya berteman secara diam-diam. Mereka sudah lelah dengan kehidupan ini pada usianya yang sangat muda. Ketika ia dimasukkan dalam sel penyekapan, Zeya menemaninya. Terkadang saat penjaga-penjaga China itu pergi, Zeya memberikan makanan yang dicuri dari ruang penjaga lain. Ia merasa bahwa Zeya adalah perpanjangan tangan Tuhan, orang ini tiba-tiba muncul dalam kondisi tidak terduga dan menolongnya.

“Yes. Boat.”

Lalu, ia meminta tolong untuk menyeberangkan ke seberang suatu saat nanti jika mereka berhasil melarikan diri. Zeya tidak keberatan untuk menolongnya, tanpa minta uang juga untuk pertolongan itu.

Setelah semua persiapan selesai, mereka hanya perlu mencari waktu yang tepat untuk melarikan diri. Ia masih akan menjalankan opsi pertama yaitu menelepon KBRI untuk meminta pertolongan. Jika itu berhasil sebelum diketahui pihak perusahaan, maka ia tidak akan menjalankan opsi kedua. Ia berharap opsi pertama bisa berhasil. Ia merasa adrenalinnya terpacu membayangkan mereka melarikan diri keluar apartemen.

“Jadi kapan ini kita lakukan?” tanya salah seorang ketika jam istirahat dan mereka masuk ke dalam kamar.

Pekerja yang di kamar sebelah juga ikut masuk ke kamar itu. Penjaga tidak curiga karena mereka memang sering bersama-sama saat istirahat.

“Kita lakukan opsi satu, jika gagal kita langsung opsi 2,” jawabnya.

Ia memandang para pekerja di sana. Ada sebelas orang di sana, 9 laki-laki dan 2 wanita. Mereka sudah mendapatkan bagian tugasnya masing-masing saat melarikan diri, tetapi Angkasa lupa bahwa ia perlu mempersiapkan untuk melumpuhkan penjaga.

“Sepertinya kita tidak mungkin menghadapi semua penjaga,” kata salah satu dari mereka seperti memahami pikirannya.

“Kita harus menunggu sampai jumlah mereka sedikit,” jawab yang lain.

“Tapi kapan?”

Angkasa menghela napas sambil berpikir keras. Apa ada kemungkinan kondisi di mana mereka berpencar meninggalkan apartemen untuk sementara? Dan lagi-lagi ia teringat Zeya. Temannya itu bisa memancing agar sebagian penjaga meninggalkan ruangan sehingga tugas mereka tidak berat. Ya, ya, hanya Zeya solusi mereka.

“Aku sudah punya solusi tentang itu, sekarang kita siapkan saja peralatan untuk melumpuhkan penjaga itu. Juga kita harus merencanakan kapan waktunya untuk melakukan opsi kedua,” jawab Angkasa.

“Bagaimana kalau opsi kedua kita lakukan setelah kita ketahuan menelepon KBRI? Karena sudah pasti ketahuan. Begitu mereka menghajar kita, langsung kita jalankan opsi kedua. Nggak usah nunggu lama lagi,” usul salah satu dari mereka.

Ia mengangguk-angguk.

“Boleh, kalau begitu, kapanpun, setelah aku telepon KBRI, teman-teman harus bersiap. Jangan lupa senjata dan tali untuk mengikat penjaga. Ambil minuman dan makanan untuk dibawa, kita tidak tahu berapa lama akan berada dalam pelarian.”

Semua mengangguk setuju, mata mereka tampak berapi-api menantikan hari itu. Hari dimana kebebasan mereka akan datang apapun risikonya.

***  

Hari ini jadwal pembagian handphone.

Penjaga menghampiri mereka di ruangan kerja dan membagikan handphone masing-masing. Ini adalah hari Angkasa harus menelepon KBRI. Nomor KBRI sudah ia dapatkan dari internet saat pembagian handphone minggu lalu. Ia segera membuka handphonenya saat jam istirahat tiba. Ia mencari-cari pesan dari Kak Wina yang sangat ia harapkan muncul di layar handphonenya.

Tetapi itu jelas hanya khayalannya saja. Handphone Kak Wina pasti sudah disita sehingga tidak bisa lagi main handphone dari manapun dia kini berada. Bagaimana kalau Kak Wina dibawa ke Laos? Ia bergidik ketakutan. Jangan sampai itu terjadi, orang baik pasti ada yang menolong. Jika sampai dibawa ke Laos berarti sudah berakhir hidupnya.

“Gimana Ang? Eksekusi hari ini?” tanya seseorang yang masuk ruangan saat Angkasa mengecek handphonenya.

Angkasa mengangguk. “Ya, opsi pertama.”

“Nggak ada kabar ya dari tiga orang itu?” tanya temannya yang lain.

“Belum ada, di hpku juga nggak ada wa dari mereka,” jawabnya.

Mereka menoleh ke Angkasa. “Wina ngabarin lu nggak?”

Lihat selengkapnya