3663 km Menuju Bulan

Tary Lestari
Chapter #29

Bab 29

Bab 29

 

Taksi berjalan pelan keluar dari halaman depan casino. Begitu berjalan 500 meter, tiba-tiba sebuah mobil warna hitam muncul dari arah lain dan mengikuti taksi kami. Dua orang itu langsung menundukkan tubuhnya menghilang di balik kursi.

“Itu mereka yang mengejar kami, itu mereka…” kata wanita itu ketakutan.

“Move fast!” kata Gara ke sopir taksi.

Sopir taksi menambah kecepatannya, sementara mobil hitam masih mengejar.

“Bin, kamu nunduk juga takut ada tembakan nyasar,” kata Gara.

Aku menutupi kepalaku dengan tas ransel dan menunduk di dekat dua orang itu. Sementara Gara juga menggunakan tasnya sebagai pelindung kepala. Tiba-tiba sopir taksi menambah lagi laju mobilnya dan berbelok ke arah lain dengan kecepatan tinggi hingga kami oleng dan menubruk pintu. Kepalaku sakit sekali rasanya. Gara kelihatan bingung melihat kelakuan sopir taksi sekaligus takut. Taksi masih berjalan cepat menyusuri jalan tanah yang lebih kecil, lalu berbelok lagi ke arah lain.

 “What are you doing?” tanya Gara panik, ia pasti khawatir kalau sopir taksinya mungkin kawanan yang berkomplot dengan orang yang mengejar dua orang ini.

“Don’t worry! Its safe…” katanya sambil mengacungkan jempolnya. “Believe me!”

Taksi masih terus menyusuri jalanan tanah, sekarang lebih pelan. Aku menoleh ke sekeliling, mobil hitam sudah tidak kelihatan. Dua orang yang sembunyi di bawah masih menunduk ketakutan sementara wanitanya menangis.

“Take me here,” kata Gara pada sopir taksi menunjukkan alamat hotelnya.

Tadi sebelum berangkat kami tidak menunjukkan tujuan kami kemana karena terburu-buru menghindari mobil hitam itu. Sopir taksi mengangguk lalu membelokkan taksinya ke arah lain. Sepertinya sopir taksi ini sudah terbiasa menghadapi situasi seperti ini sehingga ia bisa mengambil jalan lain dengan cepat untuk menyelamatkan kliennya. Tidak lama kami sudah kembali di jalan utama yang lurus di depan pertokoan.

“Gara, kita bawa mereka ke hotel?” tanyaku bingung.

“Iya, kasihan mereka…pasti mereka korban juga…” jawab Gara tanpa ragu.

Aku tidak mendebat karena itu juga ingin aku lakukan. Aku sedang mencari ponakanku yang hilang sementara di jalanan banyak korban-korban seperti ini. Sudah pasti mereka juga korban perdagangan manusia yang sedang dikejar-kejar perusahaan tempatnya bekerja. Tidak sampai tigapuluh menit taksi sudah tiba di depan hotel. Gara membayar lebih banyak dari jumlah argo yang diminta sopir taksi.  

“Bin, bawa mereka ke atas, aku coba pesan satu kamar lagi, siapa tahu ada yang kosong,” kata Gara menuju resepsionis.

Aku mengajak mereka naik ke lantai atas menuju kamar. Tubuh mereka benar-benar bau sehingga aku meminta maaf untuk menutupi hidungku. Bahkan kaki mereka terluka karena tidak mengenakan sepatu dan sendal di jalanan. Begitu tiba di kamar, aku meminta mereka bergantian mandi dan aku menyediakan baju ganti kami. Kebetulan ukuran bajuku dan Gara sama dengan ukuran tubuh mereka.

“Ada satu kamar di ujung, aku dan masnya nanti tidur di sana,” kata Gara memasuki kamar. “Oya, aku sudah memesan makanan, tapi aku akan ambil sendiri ke bawah. Jangan ada orang yang boleh naik ke sini hari ini.”

Lihat selengkapnya