39 Kilomature

Adira Putri Aliffa
Chapter #9

Teman Berantem

Zefan segera memarkirkan motornya, Nindy juga turun dari motor. Ia menghampiri Keisha dan mengajaknya masuk ke dalam. Arga masih menunggu Zefan untuk masuk bersama. Kini mereka sudah berada di dalam restoran atas bukit itu. Pelayan langsung memberikan pilihan menu. Terlihat muka bingung diantara mereka untuk memesan makanan. Pilihannya beragam, Zefan yang belum membaca buku menu langsung memesan sesuai yang ada di pikirannya.

 

“Spaghettinya satu ya mas,” cetus Zefan pada pelayan itu. Nindy dan Arga langsung menatap Zefan karena heran dengan Zefan.

 

“Maaf mas di sini gak ada spaghetti.”

 

“Yah … Kalau pizza mas? Pakai topping daging cincang sama jagung, terus pinggirannya dikasih keju.”

 

“Maaf mas itu juga gak ada.”

 

“Oy cowo rese. Kalau mau pesen itu biasain lihat menu dulu. Lagian kamu gak lihat ya ini rumah makan apa?” celetuk Nindy. Zefan masih dengan wajah polosnya menatap sekitar. Lalu mengarahkan pandangannya ke menu makanan.

 

“Ehmm yaudah mas saya mau pesen ayam goreng aja. Minumnya es jeruk,” ujar Zefan yang sudah melihat berbagai makanan di menu.

 

“Saya ikan bakar ya sama es teh.”

 

“Saya ayam bakar sama es teh juga.

 

“Keisha kamu mau pesen apa?” Keisha langsung menu yang dipilihnya. Ia menunjuk ayam goreng di sana lalu juga menunjuk es teh. Nindy yang berada di sebelahnya langsung mengerti.

 

“Gini mas biar gampang saya satuin aja. Ayam gorengnya dua, ayam bakar satu, ikan bakar satu, es tehnya tiga sama es jeruknya satu,” jelas Nindy pada pelayan itu.

 

“Baik mbak. Ditunggu ya,” jawab pelayan dengan senyuman ramah.

 

“Makasih mas,” Nindy membalas senyumannya.

 

Sembari menunggu makanan jadi, mereka menikmati pemandangan yang terhampar di hadapan mereka. Kota Yogyakarta terlihat luas dari atas. Walau panas sedikit terik, Yogyakarta masih tetap istimewa keindahannya. Sembari menikmati pemandangan itu, Zefan memulai obrolan.

 

“Yogya ternyata luas juga ya mas kalau udah di atas gini,” ujar Zefan pada Arga yang tatapannya masih pada pemandangan indah itu.

 

“Iya,” sahut Arga yang menggoreskan senyum di wajahnya.

 

“Iya lebih luasan Jogja daripada pikiranmu,” celetuk Nindy tiba-tiba sembari melirik sedikit ke arah Zefan.

 

“Emang,” jawab Zefan yang masih menatap indahnya Jogja.

 

“Pake dijawab emang lagi,” Nindy tersenyum memperlihatkan gigi.

 

“Lah kan emang? Otak aku kalau dibandingin sama Kota Yogya, luasan Yogya kan?” sahut Zefan yang kini memandang Nindy.

 

“Iya kok bener. Bener banget, gak salah omong ternyata aku,” sahut Nindy sembari sesekali melirik Arga dan tertawa kecil. Keduanya sama-sama mengerti maksud satu sama lain.

 

“Kenapa sih? Ada yang salah?”

 

“Enggak kok enggak. Kali ini gak ada yang salah.”

 

Zefan melirik heran ke arah Nindy.

 

“Apa?” tanya Nindy setelah menyadari Zefan meliriknya.

 

“Gapapa.”

 

“Cowo bego,” gumam Nindy pada dirinya sendiri.

 

“Ngomong apa kamu? Gak jelas.”

 

“Gak ngomong apa-apa. Dzikir tadi, Alhamdulillah,” sambung Nindy mencoba meyakinkan Zefan. Arga hanya tertawa kecil melihat tingkah Nindy lalu sesekali melirik ke arah Keisha yang masih menatap pemandangan kota. Sedangkan, Zefan kini tak memperdulikan Nindy lalu kembali menatap luasnya kota Yogya. Mereka semua sama-sama menikmati pemandangan yang terhampar indah di hadapan mereka.

 

“Mas Arga, mau tanya,” celetuk Nindy pada Arga.

 

“Apa Nin?”

 

“Kita kan sama-sama bisa bahasa isyarat. Kalau aku sih emang pingin belajar aja kan, terus Mas Arga kenapa bisa jago juga?”

 

“Aku udah cerita ke Keisha sih tadi di jalan.”

 

“Kan sama Keisha, sama kita belum.”

 

“Iya, aku juga penasaran,” sahut Zefan.

 

“Adik aku dulu tuna rungu. Jadi yaudah aku sering komunikasi pakai bahasa isyarat sama dia.”

 

“Ohh, terus sekarang adik Mas Arga di mana? Pasti seumuran kita ya??”

 

“Iya dia masih seumuran kalian kok.”

 

Belum sempat terjawab oleh Arga, lagi dan lagi ceritanya terpotong. Makanan mereka sudah datang. Seketika mereka langsung melupakan pembahasan mereka tadi. Perhatian mereka kini pada makanan masing-masing. Cuaca yang terik cukup menguras banyak energi. Apalagi bagi Zefan dan Arga yang daritadi harus mengenderai sepeda motor dengan jarak yang begitu jauh.

 

“Akhirnya yang ditunggu-tunggu datang juga. Makasih ya mas,” ujar Zefan pada pelayan itu.

 

“Makasih mas.”

 

“Sama-sama. Kalau butuh apa-apa lagi boleh panggil saya ya.”

 

“Mas.”

 

“Ya mas butuh apa lagi?”

 

“Butuh kasih sayang, tapi buat temen saya yang ini.”

 

Nindy yang sedang meminum es teh segar tiba-tiba langsung memberikan tatapan tajam pada Zefan.

“Mas maaf ya temen saya emang rada gila orangnya jadi maklum ya?” sahut Nindy.

 

Lihat selengkapnya