39 Kilomature

Adira Putri Aliffa
Chapter #11

Hampir Sampai

Track yang sulit tadi berhasil dilewati oleh Zefan dan Arga. Keduanya kini melaju beriringan di jalan yang lumayan luas. Pemandangan di sana sangat indah. Kota Yogyakarta lagi-lagi terhampar luas di pandangan mereka. Terukir senyuman kagum di wajah mereka. Apalagi Zefan, senyumannya paling lebar diantara mereka. Dirinya terlihat seperti baru menghirup udara bebas sehabis di penjara selama belasan tahun.

 

“Keren kan pemandangannya?”

 

“Keren banget mas,” sahut Zefan berteriak.

 

“Ini baru pemandangan di jalannya loh. Nanti tempat yang kita kunjungin bakal lebih indah.”

 

“Beneran mas?” ujar Nindy penasaran.

 

“Iya beneran,” gubris Arga.

 

Mata mereka kembali memandangi keindahan yang terpampang luas di hadapan mereka. Zefan yang sedikit ceroboh terus memandangi sekitar tanpa melihat jalan di depan.

 

“Fan! Fokus lihat depan!” tegur Nindy.

 

“Iya iya.”

 

Tak lama kemudian dari jalan dengan pemandangan indah tadi, mereka kembali melewati sebuah jalan setapak yang lumayan sempit. Tadi mereka bisa melaju beriringan, kini harus bergantian melewati jalan itu. Seperti sebelumnya, Arga yang terlebih dahulu memimpin di depan. Setelah sekitar lima menit mereka melaju di jalan itu, terlihat sebuah papan kayu yang tertulis nama tempat yang harus melewati jalan itu.

 

“Wohkudu,” celetuk Zefan membaca tulisan di papan itu. senyuman terlukis di wajahnya.

 

“Gimana Fan? Bener ini gak?”

 

“Bener mas. Kok Mas Arga bisa tahu sih?”

 

“Tahu dong.”

 

“Ini pantainya bener bisa buat kemah kan?”

 

“Iya bisa. Pokoknya kamu tenang aja. Di sana udah ada kamar mandi juga, ada warung makan kecil, dan tentunya pemandangan yang indah banget.”

 

“Bener pasti gak bakal nyesel deh kamu.”

 

Nindy tersenyum tipis menanggapi sembari terus menatap sekitar. Mereka pun kembali melanjutkan perjalanan dengan hati-hati. melewati penunjuk jalan itu dan terus masuk di wilayah hutan. Tak ada lagi rumah penduduk di sana. Hanya ada pepohonan, suara jangkrik, dan sesekali suara burung berkeliaran. Untung saja tidak ada suara-suara menakutkan seperti di film-film horror. Apa karena ini masih siang menjelang sore? Jadi, “Mereka” belum menampakkan diri.

Jalan yang dilewati kali ini cukup normal. Penuh dengan tanah, terdapat batu-batu kecil, itupun tidak banyak. Mungkin hanya terdapat 10 batu setiap lima meter panjang jalan. Zefan dan Arga melajukan motor mereka dengan mulus dan lancar. Hingga mereka sampai di sebuah padang rumput yang cukup luas. Di padang itu terdapat lagi papan yang bertuliskan “Tempat Parkir Pantai Wohkudu”, Zefan kembali mengukir senyum di wajahnya. Apa yang ia cari sudah ia temukan. Zefan dan Arga pun segera menghentikan motornya, lalu memarkirkannya.

 

“Akhirnya sampai,” ujar Zefan sembari melepaskan helm dari kepalanya.

 

“Eh tapi pantainya mana?” tanya Nindy sembari melihat sekitar.

 

“Oh iya kok belum kelihatan. Pantainya mana mas?” celetuk Zefan yang kini turun dari motornya dan melihat sekitar.

 

“Pantainya masih jauh. Sekitar 500 meter dari sini. Kita jalan ya habis ini.”

 

“HAH?”

 

“Kenapa gak naik motor aja?” tanya Zefan, “Masa iya, harus jalan mas?”

 

“Jalannya gak bisa dilaluin pakai motor. Terlalu sempit, bahaya,” jelas Arga sembari mengambil kunci motornya, “Udah santai, deket kok,” sambung Arga mencoba menenangkan.

 

“500 meter kalau jalan kaki jauh mas.”

 

“Deket.”

 

“Jauh,” sahut Zefan dan Nindy serentak.

 

“Deket, ya kan Keisha?”

 

Keisha menanggapinya dengan anggukan. Padahal ia tak mengerti maksud Arga sebenarnya.

 

“Tuh Keisha aja ngangguk,” ucap Arga mencari pembelaan, “Yuk jalan!” sambung Arga sembari mengencangkan tali sepatunya, “Tali sepatu jangan lupa dikencengin,” imbau Arga untuk keamanan dan keselamatan saat berjalan.

 

Zefan dan Nindy menuruti saran Arga, keduanya segera mengencangkan tali sepatu. Keisha pun ikut mengencangkan tali sepatu saat melihat semuanya melakukan hal itu. Kini mereka semua siap untuk melanjutkan perjalanan. Tak lupa sebelum kembali berjalan, mereka berdoa terlebih dahulu menurut kepercayaan masing-masing.


“Sebelum kita memulai pelajaran hari ini.”

Lihat selengkapnya