“Kalian ingat gak kalau aku pernah bilang aku punya alergi dan itulah sebabnya kenapa aku pakai sarung tangan terus?” cetus Arga tiba-tiba memulai pembicaraan.
“Iya inget,” jawab Nindy.
“Sebenernya aku bohong soal itu, karena yang sebenernya terjadi itu, “ ucap Arga dilanjut dengan perlahan membuka sarung tangannya di sebelah kanan. Lalu terlihat tangan robot di sana. Semuanya kaget dan bingung. Mata Nindy sedikit berkaca-kaca saat melihat tangan kanan Arga yang adalah tangan robot. Sedangkan Zefan menggeleng-gelengkan kepalanya perlahan tanda tak menyangka.
“Maaf ya udah bohong, karena aku takut kalian kaget aja. Bukannya bermaksud gimana-gimana dan ya walaupun sekarang kalian akhirnya juga kaget kan?” sambung Arga.
Semuanya masih terdiam dan tak menyangka, sampai di mana Zefan kembali memulai obrolan, “Maaf mas, kok bisa tangannya mas kayak gitu gimana ceritanya?” tanyanya penasaran.
“Aku bisa kayak gini karena kecelakaan dua tahun yang lalu dan ini baru operasi tahun kemarin.”
“Tapi sekarang udah gak sakit kan mas?”
“Engga kok, sekarang udah gapapa, cuma ya harus gini selamanya. Harus siap nerima perkataan orang tentang ini dan pertanyaan-pertanyaan yang selalu diulang. Awalnya emang sedih sih cuma ya perlahan keadaan dan waktu ngebuat aku jadi lebih terbiasa dengan ini semua.”
“Kok bisa kecelakaan sih mas? Dan separah apa sampai diamputasi?”
“Aku dulu ditabrak truk waktu naik motor gede. Tangan aku ketindih motor, terus yaudah deh gini jadiny,” jelas Arga yang masih bisa tersenyum menjelaskannya.
“Ya Allah.”
“Sejak kecelakaan itu aku trauma mengendarai motor selama kurang lebih satu tahun, ya karena emang gak punya tangan kanan sih ya jadi gak bisa naik motor. Tapi naik aja trauma sih padahal bonceng, cuma sekarang udah hilang traumanya. Pelan-pelan terbiasa dan baik-baik aja pada akhirnya.”
“Gak nyangka ternyata ketemu kalian ngebuat aku sadar, kalau semua orang punya masalahnya masing-masing ya? Terlalu lama terkurung di rumah, jarang sosialisasi sama banyak orang sempat ngebuat aku egois dan ngrasa aku orang yang paling gak beruntung di dunia ini.”
Mereka saling memandang satu sama lain dan tersenyum. Suasana kembali hening sejenak. Mereka masih saling memandangi satu sama lain.
“Boleh peluk?” ucap Keisha tanpa suara perlahan sembari mengarahkan kedua tangannya ke depan seperti menyambut sebuah pelukan.
“Apa?” tanya Zefan yang kurang memahami perkataan Keisha.
“Peluk,” Nindy mencoba kembali mengulangnya.
Nindy pun seketika langsung memeluk Keisha, dilanjut dengan Zefan yang merangkul dan terakhir Arga. Mereka berempat saling berpelukan hangat dan saling menenangkan, senyuman tercipta di wajah mereka.
“It’s okay we will through this all. Everything will be alright and we’ll be fine in the end. Okay?” ucap Arga yang menenangkan sembari memeluk hangat mereka. Tanpa sadar ucapan Arga barusan membuat air mata mereka kembali jatuh. Kali ini semuanya memejamkan mata saling merasakan kehangatan yang diciptakan dari masing-masing mereka. Beberapa saat kemudian mereka menyudahi pelukan lalu saling tersenyum satu sama lain.
“Kita bisa lebih lama lagi gak sih di sini? Masa iya besok kita harus pisah, padahal kita baru deket sebentar.”
“Pinginnya sih gitu, tapi ya gimana lagi. Ada kenyataan yang harus kita hadapin dan ada hidup yang harus kita jalanin,” ujar Nindy menanggapi perkataan Zefan barusan.
“Tenang, kan rumahnya di Yogya semua. Masih bisa saling ketemu kok, kecuali kalau rumah kita pada jauh. Baru susah ketemunya,” gubris Arga pada mereka berdua.
“Iya sih, nanti cafenya Mas Arga boleh buat tongkrongan kita ya?”
“Boleh dong, cafeku selalu terbuka buat kalian. Kapan aja kalian boleh dateng,” sahut Arga.
“Mantap,” respon Zefan.