“Mau capit kepiting gak?” ucap Nindy sembari mengarahkan kedua tangannya seperti ingin mencubit.
“Gak gak, aku alergi kepiting.”
“Bagus, jadi jangan bikin kesel bisa?”
“Bisa sayang.”
“Capit kepiting mulai melayang nih. Panggil yang bener.”
“Iya Nindy, aku gak bakal bikin kamu kesel lagi kok.”
“Bagus, anak pinter.”
“Udah ya, itu capit kepitingnya turunin.”
Nindy pun langsung menurunkan tangannya yang bersedia mencubit itu kembali memegang gelas dan menghabiskan tehnya. Selepas menghabiskan tehnya, Nindy terdiam sebentar menatap pantai.
“Kok malah melamun? Udah sana tidur!”
“Iya kuyang.”
“Cepet sayang.”
“Ih gak usah panggil sayang. Jijik!”
“Sayang, sayang.”
“Zefan, stop it! Telinga aku panas dengernya, bulu kudukku juga berdiri nih.”
“Kalau bulu kuduk berdiri berarti … Hiiii … Masuk ah. Bye!”
“Zefan!”
“Hahahaha cepet makanya masuk, daritadi lama banget. Kebanyakan drama.”
Tanpa menggubris perkataan Zefan Nindy pun akhirnya masuk ke dalam tenda. Sedangkan Zefan masih menunggu ke luar memastikan bahwa tenda Nindy sudah tertutup dengan sempurna. Setelah itu baru ia akan masuk ke tendanya. Namun, baru beberapa detik masuk tiba-tiba Nindy ke luar lagi. Ia masih terlihat Zefan berdiri di sana.
“Apa lagi?” tanya Zefan yang melipat tangannya di dada.
“Gapapa, kamu kok gak masuk?”
“Ini mau masuk, kamu ke luar malah gak jadi masuk aku.”
“Yaudah masuk tinggal masuk kok.”
Tiba-tiba Zefan mendekati tenda Nindy. Perempuan itu masih terbengong di sana menatap Zefan yang semakin dekat dengannya. Kini Zefan berada tepat di depan tendanya. Lalu dari posisi berdiri, Zefan tiba-tiba membungkukkan badannya. Ia semakin menatap mata Nindy, perempuan itu juga menatapnya sembari sesekali menelan ludah. Zefan mendekatkan wajahnya ke wajah Nindy. Lalu tangan Zefan perlahan masuk ke tenda Nindy dan meraih sesuatu. Zefan memudarkan tatapannya lalu mencari sesuatu untuk diraih. Ternyata ia mencari letak resleting tenda Nindy. Hingga ia menggapai benda kecil itu lalu ia menutup perlahan tenda Nindy
“Tidur!”
“Udah udah aku bisa sendiri,” ujar Nindy sembari menepis tangan Zefan yang tadinya memegang resleting tendanya. Dengan segera ia menutup tenda itu. Setelah berhasil menutupnya, tiba-tiba Nindy tersenyum sembari melihat bayangan Zefan yang perlahan menjauh dari tendanya.
***
Mentari yang di hari sebelumnya bersinar terang, kini tiba-tiba mendung. Semesta seolah sedang merasa bersedih atas kepulangan Arga, Zefan, Nindy, dan Keisha. Langit yang kemarin-kemarin bewarna biru cerah, kini malah kelabu. Angin yang biasanya menyejukkan dan menenangkan, kini rasanya seperti menahan empat sejoli itu unntuk pergi.
“Kayaknya ini mau hujan deh,” ungkap Zefan sembari berjalan dari kamar mandi mendekati Arga yang merapikan tenda.
“Mendung belum tentu hujan.”
“Iya sih emang seringnya cuaca susah banget buat ditebak dan dipahami. Kayak cewe ya kan mas?”