Tiga bulan kemudian. . .
“Ada apa pagi – pagi menghubungiku ? aku belum tidur sejak selesai operasi selama tiga jam lamanya ?” Leo menerima panggilan sahabatnya di tengah rasa lelah yang menyerangnya.
“Auhhhhh. . . aku benar – benar kesal dengan penulis skenario satu ini. . .” Shin memulai omelan panjangnya memaksa Leo yang kelelahan untuk mendengarkannya. Satu dari sekian kebiasaan Shin adalah memaksa Leo mendengar ceritanya baik itu cerita yang baik atau buruk karena dua orang sahabatnya yang lain tidak sanggup mendengar omelan panjangnya.
“Tidak bisakah kamu menunda percakapan ini ? aku benar – benar butuh tidur sekarang, Shin ?”
“Tidak. . . kamu harus mendengarnya. Selama sebulan ini aku bersabar menghadapi penulis skenario menyebalkan ini. Kalau kamu tidak mendengarku siapa lagi yang akan mendengarnya. Rei sibuk dengan pekerjaan bersama dengan Glen dan melupakanku.”
“Baiklah. . . baiklah. Ada apa dengan penulis skenario itu ?”
“Sebulan ini penulis skenario ini selalu membuatku kesal, Leo.”
“Yah. . . dia membuatmu kesal. Lalu bagaimana dia bisa membuatmu kesal, Shin ?”
Leo berusaha mendengarkan cerita Shin dengan sisa – sisa tenaganya.
“Pertama dia tidak pernah datang saat pembacaan naskah dan selalu mengirimkan asistennya di saat pembacaan naskah. Kedua dia juga tidak pernah hadir dalam proses syuting kupikir dia dengan sengaja tidak datang dan menyerahkan hal itu kepada sutradara tapi beberapa adegan kemudian diulang karena penulis itu merasa pengambilan gambarnya kurang baik. Karena itu, kami harus mengulang beberapa adegan dalam waktu lima hari karena penulis itu merasa tidak suka. Ketiga tiba – tiba dia menghubungiku tadi pagi dan berkata untuk memperbaiki raut wajahku yang dia anggap kurang mendalami karakter.”
“Bukankah itu hal yang baik jika penulis itu menghubungimu dan mengatakan kekuranganmu secara pribadi ?”
“Tapi adegan yang diminta untuk perbaiki raut wajahku dan pendalaman karakter itu adalah adegan yang diambil seminggu yang lalu dan besok aku harus mengulangnya lagi. Bukankah itu mengesalkan, Leo ?”
“Tunggu sebentar. . . apakah sutradara tidak keberatan ?”
“Semua kru sudah merasa kesal dengan penulis itu. . . tapi. . “
“Tapi apa ?”
“Mau bagaimana lagi. . penulis itu juga executive produser dalam film ini.”
“Jadi intinya. . . kamu sebenarnya ingin mengajukan keluhan terkait sikap penulis tapi kamu tidak berani mengatakannya karena penulis itu juga executive produsernya ?”
“Kenapa kamu mengatakannya seakan aku tidak berani mengatakannya langsung pada penulis itu, Leo ?”
“Bukankah kamu memang tidak berani ? itu sebabnya kamu membuatku mendengar omelanmu, Shin.”
Ucapan Leo membuat nyali Shin langsung menciut mendengarnya.
“Kamu. . . “
“Apa ?”
“Tidak jadi. . .”