“Kesabaranku sudah habis. . .”
Rasa kesal yang menumpuk membuat Shin sudah tidak bisa bersabar lagi terhadap penulis skenario yang membuatnya berulang kali harus mengulang banyak adegan dan membuat jadwalnya berantakan. Manager Shin yang kewalahan mengatur jadwal, sering membuat kesalahan hingga jam istirahat Shin menjadi tidak karuan. Hal yang sama juga dirasakan oleh aktor dan aktris yang ikut berperan dalam film Shin.
“Shin. . . sudah kukatakan aku yang salah karena tidak bisa mengatur jadwal dengan baik. . .” managernya Shin berusaha keras menghentikan Shin dari amarahnya.
“Tidak. . . bukan hanya kita yang jadwalnya berantakan. Semua aktor dan aktris yang mendapat peran dalam film ini juga merasakan hal yang sama. Ini tidak sepenuhnya kesalahanmu. Aku ingin membuat perhitungan dengan penulis yang menyebalkan itu.”
“Tunggu. . . Shin. Kumohon berhenti. . . pikirkan karirmu. Jadi kumohon bersabar dan bertahan sedikit lagi.”
Shin tidak mendengarkan ucapan managernya dan berjalan menuju mobil miliknya. Shin dengan sengaja membawa mobilnya ke lokasi syuting untuk mengantisipasi kelakuan penulis yang akan membuatnya kesal. Tak disangka, penulis itu membuat ulah hari ini dan membuat Shin harus mengulang pengambilan adegan yang telah diselesaikannya tiga hari yang lalu.
Shin menekan tombol pada kunci mobilnya dan masuk ke dalam mobilnya. Memasang safety belt dan mulai menyalakan mobilnya.
“Shin. . . kumohon jangan pergi dalam keadaan marah. . .” bujuk managernya dari balik kaca mobilnya.
Shin membuka kaca mobilnya, “Kamu ingin memastikan aku baik – baik saja bukan ?”
Manager Shin menganggukkan kepalanya berulang kali, Shin menghentikan anggukan kepala managernya dengan jari telunjuknya.
“Cukup sekali. . . cepat masuk sebelum aku menginjak pedal gas.”
Wanita kecil yang jadi manager Shin segera berlari ke pintu penumpang di samping Shin dan masuk ke dalam mobilnya.
“Safety beltnya. . .”
Shin mengingatkan managernya yang gugup. Setelah memastikan safety belt telah dipasang, Shin menginjak pedal gas mobilnya dan mulai melaju meninggalkan lokasi syuting.
“Kamu tahu alamat rumah sakit penulis menyebalkan itu ?”
Manager Shin menganggukkan kepalanya lagi.
“Kubilang cukup sekali menganggukkan kepala.”
“Maaf. . .” jawab manager Shin yang masih gugup.
“Kalau begitu masukkan alamatnya ke GPS.”
Manager Shin melakukan perintah Shin dengan memasukkan alamat rumah sakit di mana penulis menyebalkan itu dirawat.
Tiga puluh menit kemudian Shin tiba di lokasi rumah sakit tempat penulis skenario yang menyebalkan itu dirawat. Shin memarkir mobilnya dan mematikan mesin mobilnya. Sembari melepas safety beltnya, Shin menoleh ke managernya yang duduk di sampingnya.
“Kita sudah sampai. . .” Shin terkejut melihat managernya dalam keadaan gemetar hebat, “ada apa denganmu ?”
“Itu. . . Shin. Kamu menyetir dengan kecepatan di atas 120 KM/ jam. Aku bahkan tidak berani membuka kedua mataku tadi selama perjalanan.”
“Ah. . . benarkah ? kukira itu hanya kecepatan biasa. Sudahlah. . cepat buka safety beltnya. Kamu tahu penulis itu bukan ?”
Manager Shin menganggukkan kepalanya.
“Kalau begitu ikut aku. . .”
Shin mengambil kacamata hitam dan topi hitam di kursi belakang dan memakainya sebelum turun dari mobilnya. Manager Shin berjalan di depan Shin menuju lobi rumah sakit. Managernya Shin memiliki tubuh mungil sehingga membuatnya terlihat kecil ketika berjalan bersama Shin yang memiliki tinggi 184 cm.
Begitu sampai di lobi, manager Shin bertanya kepada resepsionis mengenai kamar penulis skenario itu. Resepsionis mengatakan bahwa ketika sore hari, penulis itu akan menghabiskan waktunya di taman rumah sakit seperti kebiasaannya. Mendengar hal itu, Shin bergegas menuju taman di rumah sakit dan mencari penulis itu. Manager Shin yang baru saja selesai bertanya langsung bergegas berlari melihat aktornya berjalan meninggalkannya.
Jarak taman dari lobi rumah sakit tidaklah jauh. Hanya sekitar lima puluh meter sudah membuat Shin tiba di taman itu.
“Aku lupa bertanya pada manager bagaimana rupa penulis menyebalkan itu. . .” Shin mencari – cari seseorang yang menurutnya bergaya layaknya penulis hingga sesuatu membuat langkah Shin terhenti. Seorang gadis baru saja berjalan melewati Shin dan sejenak jantung Shin berdetak kencang ketika gadis itu melewatinya. Sensasi sesaat itu membuat Shin mengingat sensasi yang pernah dirasakannya. Begitu detak jantungnya kembali normal, Shin membalikkan badannya dan mencari – cari sosok seseorang yang baru saja melewatinya namun Shin tidak menemukan siapapun di sana.
“Aktor Shin. . .” panggil manager Shin dengan sedikit berbisik.
“Ada apa ?”