Asap dari panasnya sop ayam menyembul ke semua ruangan. Percampuran antara wortel, buncis, kubis, dan juga kentang, beradu dengan kaldu bekas rebusan ayam. Nantinya dua ayam dada itu di goreng untuk di sajikan dua sahabat terbaik, Pudel dan Aksi.
Samo mencicipi sop itu, wajah puas dalam diri atas bakat memasak yang disembunyikan bertahun- tahun. Namun tidak dengan seminggu belakangan ini. Bakat itu selalu di tunjukkan untuk Aksi dan Pudel.
“Wah gue perlu beli setrika nih, ada yang kusut mukanya hahaha” Samo sambil menuang sop dari panci.
“ya udah ambil setrikaan dong” Aksi lemas.
“hahaha, bentar gue ambil nih hahaha”
Aksi menunduk.
“Bray, Samo masak lagi?” Pudel muncul di depan muka Aksi..
“Astagfirllah hal adzim, Njir, kaget gue”
“lo kenapa?” tanya Pudel.
“ya lo, tiba- tiba nongol di depan gue” Aksi kaget.
Aksi lalu menunduk, mengeluarkan kertas dari dalam tasnya.
“Del, lo tau nggak…artikel yang gue tulis…” Aksi tercengang.
Dia menengok ke kanan dan ke kiri, melihat Pudel tidak ada didepanya. Dia melihat sekeliling kosong. Samo masuk duduk menuju meja makan.
“ngomong ama siapa lo?”
“Pudel mana?” Aksi tanya.
“belum balik lah. Paling juga lembur atau bentar lagi kali”
Samo sambil membawa dua ayam goreng ke atas meja.
“Brayyy, lo masak lagi? anjrit keren” Pudel membuka pintu, masuk dengan semangat.
“lo … baru balik Del?” Aksi tanya.
“ya menurut mata dan hati Anda aja Pak Aksi?”
“udah, makan yuk” Samo mengajak mereka, sementara Aksi masih bingung.
Mereka makan sop ayam, dengan nasi dan ayam, tapi Samo tidak makan ayam, hanya sedikit nasi…sedikittttttt nasi. Kadang nambah sedikit lagi, tapi dia semingguan ini tidak makan daging- dagingan. Hanya ikan kadang- kadang.
“Mo, lo sampai kapan diet- dietan gitu?” tanya Pudel