Aku oleng, tidak lama kemudian terpelanting saat tinju yang besar mendarat di wajahku. Aku kalah. Omong besarku hanya menjadi angan-angan. Dimana aku membayangkan menghajar Tara sampai babak belur malah aku yang dihajar.
Mbak Lotus tidak berani ikut campur karena Tara membentak. Tapi aku yakin mbak Lotus tidak akan diam saja setelah ini. Mungkin dia akan menghapus nomor Tara dari ponselnya.
“Bangun woi! Ikam bepadah handak mehantam unda sampai linyak, pandir wara!”
Aku dikatai tong kosong nyaring bunyinya, begitulah intinya.
“Bacot, unda cuman kada handak bekelahi di hadapan mbak Lotus. Kaina mbak Lotus benci lawan unda.”
“Halah, alasan!”
“Bangun! Atau unda padahakan lawan urang kampung kalau ikam mabuk-mabukan di bar rongsok!”
B*bi benar anak ini! Setelah ibunya meninggal Tara makin tidak terkontrol. Sikapnya, tutur bahasanya, sampai jadwal sehari-harinya ikut berubah. Duh, aku hanya bisa mendoakan yang terbaik untuknya. Yang penting saat ini kabur dulu.
“Mbak Lotus!” aku memberi isyarat pada teman perjalananku. Mbak Lotus pun mengangkat tasnya yang sudah berisi beragam produk kosmetik lalu dia pukulkan ke bagian belakang kepala Tara.
“Auu...” Tara mengaduh. Aku bisa membayangkan seberapa sakit pukulan itu.
Aku bangkit secepat kilat lalu menyambar tangan mbak Lotus. Gagal sudah rencanaku menyadarkan Tara. Dalam keadaan setengah sadar mustahil dia mendengar ucapanku.
Soal kenapa aku jadi berkelahi dengan Tara, ya itu tadi. Tara marah saat aku bicara. Sampai sekarang pipiku masih sakit akibat ditinjunya.
“Pelan-pelan aja Yum! Tara udah enggak ngejar juga!”
Aku menoleh ke belakang dengan bingung. Jelas-jelas tadi Tara mengejar kami. Apa dia putar balik? Atau jangan-jangan dia pingsan karena pukulan di belakang kepalanya?
Saat itu aku berpikir kembali ke SD untuk mengecek keadaan Tara. Siapa tahu pukulan mbak Lotus memberikan kerusakan lebih banyak dari yang terlihat. Jika sampai hal itu terjadi, aku tidak bisa membayangkan nasib kami berikutnya. Paling buruk, kami bisa berakhir di penjara dengan kasus penyerangan dan paling parah pembunuhan siswa SMK.
“Aku yakin Tara baik-baik saja. Kita pulang saja!” mbak Lotus terus menarik lengan bajuku. Tapi aku yang tidak tenang terus melangkah masuk lebih dalam. Lingkungan Sekolah Dasar ini sangat sepi. Tidak ada satu orang pun selain kami. Tidak ada untungnya juga menggunakan gedung sekolah yang rumornya sangat angker.
“Disana! Aku melihatnya tidur di jalan!”