Tak kusangka saat ditahan pun kami masih bertengkar. Tentu saja penahanan ini tidak seserius seperti ditangkap polisi, tapi cukup ini untuk membuat kami malu sekaligus jela.
“Asu! Gua hajar juga lo Yum!” Tara membentak marah.
“Majulah kalau berani!” Balasku berani.
Sejurus berikutnya penggaris kayu menghantam ubun-ubunku. Rasanya sangat sakit seperti tersengat listrik di bagian sana. Bukan ‘aduhan’ lagi yang keluar dari mulutku.
“Ini untuk kamu Tara!”
Buk! Tara pun mendapatkan pukulan keras di kepalanya.
Ternyata orang yang menghajar kami adalah sesepuh BK. Guru senior yang kerjaannya hanya memarahi murid saja. Prestasinya di bidang akademik hanya sebatas pengetahuan anak SD, tapi jangan remehkan pengetahuan beliau di bidang moral etika dan olahraga Sepak Bola. Orang-orang memberi beliau julukan Hidden Genius karena beliau kerap kali membawa pulang prestasi dalam bidang olahraga untuk dicantumkan di histori sekolah kami.
Kepalaku sakit sekali. Kalau saja dia memukulku tanpa alasan yang kuat, aku bersumpah akan melaporkannya ke polisi saat itu juga.
Ubun-ubun Tara tampak bengkak. Apa kabar ubun-ubunku sendiri? Hahahaha. Luar biasa pukulan penggaris ini. Tara yang biasanya keras kepala dan bertindak seperti binatang buas saat marah, jinak dalam satu kali pukulan.
“Sekarang kalian berdua pulang! Suruh orang tua kalian datang ke sekolah besok. Terutama kamu Kayum. Kamu sudah merusak properti sekolah dan membuat anak-anak lain rugi.”
Tentu saja aku tidak terima. “Tapi saya melakukan itu agar tidak kena pukulan Tara. Asal ibu tahu aja, kekuatan pukulan orang ini setara serudukan banteng. Itu buah dari hasil latihan meninjunya. Tunjukkan pada ibu Tar!”
Tentu saja Tara tidak mau melakukannya, aku pun terpancing emosi dan mulai mengata-ngatai Tara yang dari tadi diam seribu basa. “Lagi mikirin apa? Kalau lu hak punya orang tua yang bisa dipanggil ... Suruh tukang sampah nyamar jadi bapak lo, gua yakin kalian akan cocok.”
(Kejadian aslinya malah lebih parah dari ini. Aku mengatasinya berulang kali sebelum kembali berbalas kata.)
“Gak usah sok jago deh lu! Terserah gue mau bawa siapa!” Ujar Tara marah.
“Bu, hukumannya bisa diringankan gak? Soalnya Tara ini gak punya orang tua. Dia anak buangan. Ibunya pergi untuk selama-lamanya, dan bapaknya pergi bersama perempuan lain. Saya takut dia mendatangkan pamannya yang seorang kriminal ke sekolah. Itu akan mencemari nama baik sekolah kita.” Kataku sambil menepuk paha, menahan gelak tawa.