“Memang ada mawar warnanya biru?”
Pertanyaan Raina mau tak mau membuat Randy harus menjeda ceritanya, dengan kesal dia menyipitkan mata. “Lo pikir? Mawar biru alami memang nggak ada, tapi zaman sudah canggih dan di dunia ini ada yang namanya ilmu rekayasa genetik.”
“Ya kan gue nggak tahu!” Raina meringis. “Lagian aneh banget, siapa di zaman yang serba canggih begini masih ada orang pacaran ngasih bunga mawar? Hasil rekayasa pula.”
“Memang kenapa?”
“Kuno. Mahal pula.”
“Kuno apanya?”
“Ya kuno. Orang sekarang kalau pacaran harusnya ngasih barang yang lebih berguna.”
“Misalnya?”
“Cokelat? Makanan? Atau barang-barang yang bisa digunakan jangka panjang?”
“Mentang-mentang miskin otak lo isinya makanan mulu,” canda Randy. “Sudah. Tulis saja begitu. Dia pasti langsung tahu kalau itu gue.”
Pada awalnya, Raina sendiri tidak begitu yakin dengan apa yang Randy katakan. Sebelum akhirnya seseorang menghubunginya, Mona benar-benar menghubungi nomor ponsel yang Raina tinggalkan di dalam surat yang dia titipkan pada gadis kecil berkursi roda tempo hari.
“Dia ngajak gue ketemu malam ini.” Raina memberitahukan kabar baik ini pada Randy.
Mendengar kabar tersebut, pria itu bersorak girang. “Di mana?”
“Di kafe dekat rumahnya.”
*_*
Yang dikatakan Raina mungkin benar, memberikan sepucuk mawar apalagi berwarna biru untuk pacar sudah terlalu kuno dan ketinggalan zaman. Namun itu wajar mengingat gadis muda berambut keriting itu tidak pernah mengetahui betapa dalam arti bunga mawar biru bagi keduanya. Seindah puisi karya Rudyard Kipling yang mereka baca di rumah buku Matahari, sebuah kafe buku kecil yang hanya berjarak setengah jam dari kediaman Mona, sekaligus tempat yang dipilih mantan pacarnya itu untuk bertemu nanti malam.
Bahkan setelah hampir sepuluh tahun berpisah, Randy masih bisa mengingat dengan jelas betapa cantik dan menawannya wajah Mona. Bibir tipis yang selalu tersenyum lebar, mata kecokelatan yang menawan serta pipi kemerah-merahan menjadi daya tarik tersendiri dari Mona. Dan tentu, dengan menjadi pacar Randy itu artinya Mona adalah gadis istimewa mengingat di luar sana ada begitu banyak perempuan yang mengantre untuk mengisi posisinya.
Boleh dibilang dari sekian banyak mantan yang pernah bercinta dengan Randy, Mona adalah salah satu yang tidak terlupakan, sebab posisi ter-tidak-terlupakan kini sudah disabet oleh Joana. Sebab perempuan itu pernah menyiramnya menggunakan sebotol jus stawberry di muka umum saat ingin putus. Yang sialnya, tapi bisa juga disebut untungnya, terekam oleh kamera wartawan. Membuat keduanya jadi buah bibir selama berminggu-minggu.
Penjualan lagu Randy melejit, sedangkan Mona diperbincangkan oleh masyarakat dan dianggap sebagai gadis kasar yang tak berperasaan karena telah tega mempermalukan pria di muka umum. Kalau saja media sosial saat itu sudah sebesar sekarang, mungkin Mona bisa sama depresinya dengan dia saat ini. Dianggap jahat, tidak punya kesempatan untuk klarifikasi dan lebih buruk lagi, apapun yang dilakukan dicap salah bahkan oleh mereka yang tak kenal secara pribadi.
Kabar baiknya, koma membuat Randy mambuka matanya. Melihat apa yang selama ini tidak dia perhatikan. Walau kalimat ini terasa berlebihan mengingat Randy tak mungkin berpikir sejauh itu. Satu-satunya yang dia mau sekarang hanya minta maaf, dimaafkan lalu hidup kembali. Cukup. Dan alasan mengapa nama Mona terlintas di kepala ialah karena hanya dia lah satu-satunya mantan yang Randy ingat pernah bermasalah dengannya. Terlebih, Mona juga bukan selebritis. Beda dengan mantan-mantan Randy sebelum dan sesudahnya, yang mana mereka sudah paham bagaimana industri bekerja. Bad publicity is good publicity.
Meskipun tidak bisa mendapatkan bunga mawar biru asli, paling tidak Raina bisa membawakan dua belas tangkai mawar biru sintesis untuk diberikan kepada Mona di pertemuan pertama mereka. Supaya Mona bisa lebih yakin kalau Randy ada di sana, tapi sayangnya, sama seperti Joana, perempuan itu justru menatap sinis Raina begitu bertemu. Malah lebih buruk lagi, Mona menuduhnya sebagai penipu.
“Saya ini bukan orang bodoh yang bisa ditipu sama orang indigo-indigoan kayak kamu!” kata Mona lengkap beserta tatapan tajam nun menusuk. “Sudahlah, mendingan ngaku saja! Apa mau kamu sebenarnya? Kenapa ngirimin saya surat dan bunga mawar biru kayak begini?”
Raina yang masih berdiri hanya bisa menelan ludah kasar, ketakutan. “Itu –“
“Siapa yang nyuruh kamu!”
“Anu –”
“Jawab yang benar!”
Bentakan itu direspon seruan oleh Raina, “Randy! Randy yang nyuruh saya, Kak.”
“Masih ngeyel saja ini anak!” gerutu Mona. “Kamu kira saya bodoh? Kamu kalau mau nipu saya minimal yang pintar! Tujuan saya datang ke sini menurutmu karena apa?
“BUKAN! Bukan karena saya mau dengar omong kosongmu! Melainkan karena saya ingin tahu siapa yang nyuruh kamu sebenarnya! Dan kenapa kamu bisa tahu soal Mawar Biru?”
Gemetaran, Raina meremas buku-buku jarinya sendiri. Sesekali dia menoleh ke arah Randy yang bukannya membantu justru ikutan panik. Tampak jelas bahwa Randy takut berhadapan dengan sang mantan. Sama sepersis seperti yang sebelumnya terjadi, dia hanya diam melihat amukan Mona tanpa bisa berbuat apa-apa. Ditambah, Randy takut kalau-kalau segelas es kopi di atas meja nantinya akan melayang ke muka Raina.
“JANGAN DIAM SAJA!”