Senin, 5 Oktober 2020. Pertengahan musim gugur. Sebuah kabar mengejutkan disampaikan guru. Bahwa murid berprestasi dan paling disukai seluruh angkatan telah meninggal dunia.
Murid itu bernama Makoto Sora dari kelas 2B SMA Nagaoka. Pemuda dengan senyum cerah bagai matahari itu merupakan idola gadis-gadis sekolah, dan sekarang gadis-gadis itu menangis histeris di rumah duka. Begitu pula dengan anggota sekolah yang lain.
Ketika dilihat-lihat lagi, Makoto memang pantas dipuja-puja satu sekolah. Dari awal kedatangannya di sekolah tahun lalu, ia berhasil menyabet beberapa prestasi. Meskipun sebutan yang membuat namanya dikenal adalah “Pangeran 2020”.
Ketika sudah tertidur dalam peti pun Makoto tetap terlihat tampan. Ia punya wajah oval dengan rahang tegas dan tulang pipi menonjol. Ada satu tahi lalat di tulang hidungnya yang mancung. Mata sipit berbentuk biji almond itu kini tertutup dan tak akan membuka selamanya.
Dari sekian banyaknya pelayat yang datang, seorang gadis berambut cokelat gelap tampak termenung di depan peti. Setangkai bunga Krisan putih ditangannya menggantung, tak kunjung di letakkan pada meja sebagai bentuk penghormatan.
Gadis bermata bulan sabit itu adalah Akane Hoshigumi. Semua orang yang hadir tidak terlalu memperhatikannya, tetap sibuk menangis dan beberapa berusaha menghibur ibu Makoto yang berusaha tampak tegar di sisi kanan altar.
Alasan kenapa Akane hanya berdiri di sana dan memandangi peti dengan tatapan diam karena dalam hati ia mulai bertanya-tanya.
Kenapa orang baik dan penuh cinta seperti Makoto Sora harus kembali ke sisi Tuhan dengan cepat? Begitu isi hati Akane.
Sejujurnya, Akane tidak terlalu mengenal Makoto meskipun secara harfiah mereka bertetangga karena rumahnya hanya dipisahkan oleh jalan gang kecil. Karena selama di sekolah Akane merupakan murid yang sering tersisih dari keramaian sementara Makoto berada di keramaian itu sendiri. Sehingga mereka berdua pun tidak pernah saling mengobrol dekat.
Satu hal yang tidak diketahui oleh khalayak umum adalah pada pagi di mana Makoto kecelakaan, Akane berdiri tak jauh darinya.
Menurut polisi, Makoto sedang dalam perjalanan ke SMA Nagaoka yang berjarak sekitar setengah kilometer dari rumah. Untuk mencapai sekolah, membentang sebuah jembatan. Ketika Makoto berjalan di sana menuju sekolah, sebuah truk bermuatan oleng karena supirnya mengantuk. Alhasil nyawa Makoto yang jadi taruhannya.
Namun, sesaat sebelum truk itu menghantam Makoto, Akane sangat yakin pemuda itu memanggil namanya. Ketika menoleh, tragedi itu terjadi.
Akane memandangi bunga Krisan putih di tangan, kemudian meletakkannya di meja depan peti. Dengan penuh penghormatan ia membungkuk.
“Semoga kamu tenang di sana,” batin Akane, “aku tidak tahu kenapa kamu memanggilku saat itu. Tapi aku tetap berharap kamu bahagia.”