45 Hari Terakhir

Diva Elvareta
Chapter #2

Keinginan Makoto

Akane terbangun sambil berjuang menahan rasa pening di kepala. Ketika menyentuh pelipis, ada sebuah benjolan di sana. Gadis berambut cokelat gelap sedada itu memegangi kepala, perlahan duduk dan berusaha mengingat apa yang terakhir kali dialami.

“Ah, Makoto!” gumam Akane kaget, menoleh ke kanan dan kiri, lantas menyadari jika ia sudah berada di dalam kamar tidurnya di lantai dua.

“Kok aku bisa di sini, ya?” gumam gadis itu heran.

Mendadak pintu kamarnya menggeser terbuka. Menampilkan sosok sang mama yang sama-sama punya rambut warna coklat gelap di sana. Ternyata Mama sudah mengganti baju dengan pakaian yang lebih santai dan mengenakan apron putih berenda merah.

“Ah, syukurlah kamu udah bangun. Harusnya tadi pas di rumah duka kamu minta diantar aja. Mama nggak tahu kalo kamu sakit sampai nemuin kamu pingsan di depan rumah,” kata sang mama panjang lebar sambil berkacak pinggang.

“Ma–Maaf, Ma,” kata Akane, “tapi aku nggak sakit kok!”

“Masih coba mengelak. Udahlah, yuk turun. Mama udah masakin makan malam. Eh sebelum itu kamu mandi aja,” ajak mama kemudian pergi dari ambang pintu.

Tak langsung turun dari kasur, Akane menyapukan pandangan ke seluruh penjuru kamar. Arwah Makoto tidak ada di sana dan itu membuat batin Akane lega. Mungkin apa yang ia lihat tadi siang memang hanya khayalan semata.

Akane keluar kamar dan berjalan ke kamar mandi yang letaknya tepat di sebelah kamar tidur. Hawa dingin menelusuri kulit putihnya, sehingga Akane memilih mandi air hangat.

Tatkala berendam dalam bathup yang ukurannya lebih kecil dari bathup biasa, Akane memikirkan kembali khayalan yang ia lihat. Dalam hati bertanya-tanya, apakah ia juga merasakan kehilangan yang amat sangat sampai-sampai berhalusinasi melihat Makoto?

Akane menggeleng dan menepuk-nepuk pipinya. Tidak mungkin, 'kan? Memang sedih kehilangan teman, tapi pasti tidak sesedih orang lain yang betulan dekat dengan pemuda itu.

Usai mandi, Akane menuruni tangga dan melangkah ke ruang makan di bawah. Di mana Mama dan Papa sudah menunggu di meja makan.

Saat melihat ke arah dapur yang letaknya persis di sebelah meja makan, seketika mata Akane membelalak lebar. Di atas konter dekat wastafel, sosok Makoto duduk di sana. Balas memandang Akane dengan senyuman lebar di pipi.

“Akane, kenapa malah berdiri di sana?” tegur Papa.

Tergagap, Akane bergegas memandang ke arah Makoto yang tersenyum makin lebar sampai matanya menyipit. Anehnya, kali ini Akane tidak merinding maupun ketakutan.

“Kamu ngelihat apa?” Mama menoleh ke belakang, memperhatikan konter dapur. Ketika tak melihat sesuatu yang aneh, ia memandang anak gadisnya.

“B–Bukan apa-apa,” jawab Akane gugup, berusaha mengabaikan sosok Makoto yang duduk melipat kaki di konter dapur.

Menu makan malam kali ini adalah sup miso, ikan, dan tumis lobak-wortel. Akane mengangkat sumpit dan mulai melahap makanannya.

Ketika sedang asyik-asyiknya makan, tahu-tahu Makoto berpindah tempat ke kursi di sebelah Akane. Bukan main terkejutnya gadis itu sampai hampir tersedak. Buru-buru ia meraih gelas, meminum air putih dengan cepat.

“Kamu kenapa sih, Akane? Jangan buru-buru gitu dong makannya,” tegur Mama. Akane menunduk dan minta maaf.

Lihat selengkapnya