Yokohama, 04 Juli 2015
10:00 JST.
Sudah dua bulan berlalu semenjak hari pembunuhan bos besar sebuah perusahaan tambang. Tidak hanya sang bos saja yang dihabisi, tetapi kedua anak dan istrinya pun juga. Bahkan, sebagian dari tamu undangan turut menjadi korban, lantaran merupakan target sang Akuma.
Adu tembak pun berlangsung selama dua jam, bunyi senjata tajam yang beradu pun tak kalah terdengar. Suara nyaringnya mampu membuat orang lain berpikir, bahwa senjata tersebut sangatlah tajam dan mampu merobek kulit lawan hingga dalam hanya sekali ayunan.
Saat ini, markas sang Akuma yang berada di Yokohama akan kedatangan tamu penting. Yaitu kolega bisnis yang berasal dari Yokohama juga.
Kedatangan koleganya bertujuan untuk membicarakan tentang perluasan wilayah kekuasaan selanjutnya.
Pembicaraan mereka berlangsung cukup lama, lantaran banyaknya jamuan yang diberikan oleh tuan rumah.
Tak hanya jamuan, bahkan sang tuan rumah juga mengajak tamunya berkeliling sekitaran halaman rumah yang tak kalah mewahnya.
"Ah, Liam. Selamat atas kemenanganmu dalam menangani target. Aku sangat iri padamu, karena semua targetmu berada dalam tempat dan waktu yang sama."
"Terima kasih. Ini semua bukanlah hasil kerja keras saya sendiri, tetapi hasil kerja keras kami semua. Saya, adik juga teman–teman saya, dan para anak buah yang ikut serta ke lokasi. Untuk target, itu hanyalah sebuah keberuntungan untuk kami."
Mendengar hal itu, sang pemimpin Red Dragon's tersenyum seraya menganggukkan kepalanya.
"Baiklah kalau begitu, kurasa pembicaraan kali ini sampai di sini saja dulu. Aku juga harus menemui kolegaku yang lain dan membicarakan tentang bisnis yang baru."
"Ah, begitu? Semoga bisnismu dengan kolegamu itu berhasil."
"Tentu, tentu. Kalau begitu, aku permisi."
"Hati–hati."
Setelah mengantar koleganya, ia kembali masuk ke dalam rumah. Sudah ada dua orang pria yang ada di ruang khusus berkumpul.
Pria berkacamata yang usianya lebih muda, bersandar pada dinding seraya melihat ke arah luar jendela. Sedangkan seorang pria lain yang memiliki pandangan kosong, duduk di sofa panjang berwarna biru beludru.
"Jadi, apa keputusanmu? Ambil tawaran perluasan wilayah tetapi kau harus memberikan setengah kekuatanmu pada mereka, atau..." ucap pria berpandangan kosong dengan nada yang menggantung.
Seseorang yang menjadi lawan bicara, mengangkat satu alisnya. Embusan napas terdengar, "Atau apa?" Tanyanya.
"...atau kau tolak tawaran mereka tetapi kau harus memperluas wilayah kekuasaan dengan kekuatan kita yang sekarang?" Lanjutnya. Sedangkan pria berkacamata hanya memandang dalam diam, enggan untuk bersuara saat ini.
"Entah. Tetapi yang pasti, aku tidak ingin setengah dari kekuatan kita hilang begitu saja. Aku akan memikirkannya nanti, ataukah dari kalian berdua memiliki pemikiran lain yang nantinya akan membantu menjawab persoalan ini?" Ujarnya dengan raut wajah dan nada yang sangat tenang.
Tak ada satupun yang menjawab pertanyaan sang pemimpin. Bagi mereka, kesepakatan dan kerja sama kali ini sungguh tidak mengenakkan bagi mereka. Jika salah saja dalam mengambil keputusan, akan berakibat fatal bagi mereka.
Seperti kehilangan sebagian kekuatan meskipun hanya di satu wilayah, apalagi kekuatan mereka di Yokohama terbilang sangat bagus. Bukan hanya di Yokohama, tetapi kekuatan mereka di seluruh wilayah kekuasaan juga menjadi incaran kelompok lain yang berlomba ingin menjadikan mereka sekutu.
•••
Tok... tok... tok...
Suara ketukan terdengar dari luar kamar seorang pria berparas menawan khas campuran Jepang-Perancis.
"Masuk." Sahutnya.
"Permisi, Tuan." Seorang pria berjas yang merupakan tangan kanan si pria tampan tersebut, perlahan masuk ke dalam setelah mendapat izin.