'Twins Devil'.
Orang–orang yang berada di dalam dunia gelap dan penuh kekerasan, kerap menjuluki dua orang anggota eksekutif organisasi.
Julukan itu diberikan lantaran kekuatan individu serta kemahiran yang mereka punya dalam menguasai berbagai senjata, terlebih pedang dan pistol.
Banyak orang yang telah mengakui kehebatan mereka. Terkenal akan kesadisan dan kebrutalan, serta tak segan melakukan kekerasan saat menghukum seseorang bahkan tak ragu dalam menghabisi nyawa orang lain.
Sering mendapat misi atau tugas berupa pengawalan terhadap jual beli obat dan senjata ilegal hingga perburuan yang dilakukan oleh para pengkhianat. Selain Twins Devil, mereka juga dijuluki sebagai dua tembok besarnya Akuma.
Dibalik kekuatan dan kemahiran yang mereka miliki, terdapat cerita hidup yang mereka tutupi rapat–rapat dari siapapun selain ketiga orang teman mereka. Yakni Liam sang pemimpin, Valo yang merupakan adik Liam, dan Kaivan sebagai anggota termuda.
Kedua pria yang memegang julukan sebagai Twins Devil adalah Quon dan Theo.
••
Quon merupakan putra ketiga dari seorang petani yang tinggal di desa dari kota kecil bernama Chizu, yang terletak di Prefektur Tottori, Jepang. Awalnya semua kehidupan yang ia dan keluarganya jalani, baik–baik saja tanpa ada suatu kendala apapun. Sekalipun ia berasal dari keluarga petani, namun keluarganya dikenal sebagai orang yang ramah, jujur, rajin dan selalu bekerja keras.
Ayahnya bekerja menjadi petani di sebuah persawahan milik seorang pengusaha beras, dirinya juga diberikan tanggung jawab dalam mengawasi panen di persawahan.
Suatu ketika, ada wabah yang melanda desa tersebut dan mengakibatkan banyaknya kegagalan panen. Hal itu menimbulkan banyak kerugian yang melanda masyarakat di sana. Tak terkecuali sang pengusaha dan keluarga Quon.
Sebelum wabah melanda, ayah Quon sudah memikirkan hal yang bisa mengantisipasi jika sewaktu–waktu ada wabah yang menyerang persawahan mereka atau mengantisipasi kegagalan panen. Tetapi, perkataannya hanya dianggap omong kosong belaka, sang pengusaha beras hanya mengatakan bahwa apa yang dikatakan olehnya hanyalah hal yang dilebih–lebihkan dan tidak akan pernah mungkin terjadi. Terlebih lagi sang pengusaha yang dengan angkuhnya menyebut kalau semua bahan yang digunakan adalah produk mahal dan tidak akan terpengaruh oleh wabah atau apapun itu.
Hingga akhirnya, apa yang dikatakan oleh ayah Quon benar adanya.
Ayahnya menjadi sasaran kemarahan dari sang pengusaha, dijemput paksa saat dalam keadaan terbaring lemah akibat demam yang dideritanya selama tiga hari.
Dirinya yang sedang lemah terus dipaksa ikut meskipun beberapa orang termasuk Quon dan sang ibu sudah mencegahnya. Sang ayah dibawa ke kediaman si pengusaha, kemudian dipukuli hingga darah keluar dari sudut bibirnya.
Disalahkan atas kesalahan yang tidak diperbuat olehnya, dipaksa mengaku kalau dirinya yang melakukan itu semua agar usaha orang tersebut hancur.
Quon yang tidak tahan melihat ayahnya diperlakukan seperti binatang serta dipaksa mengakui kesalahan yang tidak diperbuatnya, mengambil sebuah pistol yang jaraknya tidak jauh darinya, kemudian menembak tepat di dada si pengusaha sebanyak tiga kali dan peluru mengenai jantungnya.
Aliran darah mengalir keluar, membasahi lantai rumah sang pengusaha. Orang–orang yang melihat kejadian itu hanya bisa terdiam, beberapa anak buah dari sang pengusaha langsung menangkap dan ikut memukuli Quon. Akan tetapi, Quon mampu melawan lima orang yang ukuran tubuhnya lebih besar darinya. Kemampuan beladirinya didapat saat ia diam–diam mengikuti pelatihan beladiri yang lokasi tidak terlalu jauh dari rumahnya.
Menghampiri tubuh ayahnya yang terkulai lemas akibat pukulan yang mengenai dada dan tendangan di perut, juga akibat dirinya yang sedang dalam keadaan sakit dan tidak berdaya apalagi hanya sekedar melawan atau menahannya.
Ia bawa sang ayah ke klinik terdekat yakni sebuah klinik yang dimiliki oleh keluarga Kaivan. Jika bertanya, memang di desa itu tidak ada rumah sakit terdekat?
Jawabannya adalah tidak. Jarak rumah sakit dan desanya pun sangat jauh, bisa menempuh waktu hingga tiga jam perjalanan.
Quon dan ibunya berharap cemas akan kondisi sang ayah, terutama ibunya yang tidak hentinya menangisi kondisi suami tercintanya yang saat ini sedang terbaring tak berdaya di ranjang klinik.
Selang beberapa lama, ayah Kaivan yang merupakan dokter sekaligus pemilik klinik pun keluar bersama sang istri yang berprofesi sebagai perawat di klinik tersebut. Dirinya diam beberapa saat, memikirkan kata demi kata, kalimat demi kalimat yang akan diucapkan tanpa menyakiti hati Quon.
Ia tidak tega melihat saat mengatakannya, namun ia tetap harus memberitahu sesuatu. Bahwa ayah Quon sudah meninggal akibat tidak lagi kuat menahan sakit di tubuh akibat pukulan dan tendangan yang diterima, serta kondisi tubuhnya yang sedang tidak baik–baik saja.
Sejak kejadian itu, Quon memutuskan untuk pergi dari desanya karena baginya jika dia tetap tinggal di desanya itu maka kenangan menyakitkan akan terus menghantuinya. Ia juga berulang kali mengajak sang ibu agar mau ikut dengannya akan tetapi ibunya tetap menolak secara halus.
Berbeda dengan Quon, Theo adalah putra pengusaha wine terkenal di daerah Keysersberg, Perancis.
Ayahnya adalah seorang pengusaha wine yang terkenal sejak sepuluh tahun yang lalu, meneruskan usaha milik sang kakek. Ibunya pun berprofesi sebagai perancang baju terkenal.
Bisa dikatakan bahwa keluarga Theo, merupakan keluarga kaya raya yang sukses. Banyak orang mengatakan kalau keluarga Theo adalah keluarga yang harmonis, tetapi dibalik itu semua tersimpan sebuah rahasia.
Sang ayah yang kerap bermain dan berselingkuh dengan wanita lain, juga tak segan membawa wanita–wanita ke dalam rumah. Padahal, Theo dan sang ibu sedang berada di dalam rumah saat itu.
Sesuatu yang sudah biasa terjadi, setelahnya mendengar keributan antar kedua orang tuanya.
Jika sang ayah sedang marah, ia akan langsung menggunakan kekerasan. Targetnya adalah sang ibu dan dirinya.
Pernah suatu ketika, Theo tidak sengaja menjatuhkan sebuah gelas pemberian salah satu wanita selingkuhan sang ayah, dirinya juga sudah meminta maaf.
Namun ayahnya tak henti memukuli Theo yang saat itu usianya masih sangat belia, ibunya pun tak luput dari pukulan karena melindungi sang anak.
Setelah beberapa hari setelah kejadian, Theo demam. Ibunya terus menghubungi ayahnya, namun ketika tersambung, sang ayah mengatakan kalimat yang membuat ibunya kecewa dan sakit hati.
"Apa katamu? Anak lemah itu sakit? Cih, bukan urusanku. Itu anakmu! Urus saja sendiri, dasar jalang."
Hingga pada puncaknya. Sang istri yang sudah tidak tahan, diam–diam menembak kepala suaminya sebanyak lima kali.
Theo dan para pelayan serta penjaga yang sedang tidur, terbangun ketika mendengar bunyi tembakan.